LOCUSONLINE, GARUT – Desa Pangauban mendadak tampil seperti brosur pariwisata edisi premium. Jumat (5/12/2025), Wakil Bupati Garut Putri Karlina menyambut Tim Klarifikasi Lapangan Evaluasi Kinerja Desa Anugerah Gapura Sri Baduga 2025, lengkap dengan senyum resmi, pidato manis, dan panggung desa yang rapi bahkan kelewat rapi untuk ukuran desa dengan isu lingkungan yang katanya masih “tantangan besar”.
Tema lomba yang diusung “media penggerak pemberdayaan, kreativitas, dan inovasi masyarakat”. Namun pantauan investigasi ini menemukan gejala klasik rapi instan karena kedatangan tamu provinsi pot bunga baru, rumput dipangkas durasi 24 jam, cat tembok belum kering, dan papan slogan motivasi yang dipasang seolah desa hidup dengan narasi penuh inovasi setiap hari.
Putri Karlina memuji capaian desa, meskipun ia mengakui Pangauban masih “belum selevel” dengan kandidat desa unggulan lain di Jawa Barat.
“Kalau Desa Pangauban berhasil memperoleh penghargaan, itu kebanggaan sekaligus kelegaan,” ujarnya.
Kalimat ini terdengar seperti pesan simbolik untuk desa-desa lain “Lihat, kalau kalian mau dilirik, bersoleklah, minimal menjelang visitasi.”
Baca Juga : Bencana Dulu! Baru Pemkab Garut Sibuk Bentuk TIM
Wakil Bupati menyinggung isu lingkungan yang menjadi perhatian utama. Tapi di lapangan, pemandangan justru menunjukkan operasi kilat:
- Tumpukan sampah yang biasa menjadi ikon sudut desa hilang tanpa jejak.
- Kali yang biasanya meluber, hari itu mengalir seperti sungai katalog CSR.
- Baliho PHBS terpasang mulus, masih beraroma tinta percetakan.
“Kalau Pangauban tidak rapi, yang kena efeknya yang di bawah,” tambahnya.
Dugaan investigasi: “yang di bawah” bukan sekadar wilayah administratif, tapi rekam jejak birokrasi menjelang penilaian skor.
Putri berharap Pangauban bisa jadi inspirasi desa lain. Namun pertanyaannya: inspirasi soal pembangunan atau inspirasi soal koreografi penilaian?
Dibentangkan karpet merah, tim penilai disodori sambutan Hangat plus Hiasan Bunga Baru Paket Kedatangan Tamu. Spot foto muncul elegan “Selamat Datang Tim Penilai” dengan backdrop desa yang akhirnya terlihat seperti template promosi kampus negeri.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”












