Bahasa kasarnya perusahaan boleh buang limbah, asal siap bayar mahal atau lebih mahal.
Baca Juga : Jejak Kontroversi Raja Juli Antoni dari Laut Disertifikasi hingga Hutan Dilucuti
Juru Pranata Humas Diskominfo, Andis Maulana, kembali menegaskan kanal aduan. Empat pintu sudah siap, tinggal masyarakat mau dorong atau tidak. Selama ini aduan pencemaran sering mentok di grup WhatsApp RT dan status Instagram bukan sistem.
Bayu Nur Setiawan, Seksi Penanganan Sampah, menekan soal sampah mandiri dan kewajiban desa membentuk kelembagaan. Intinya jangan tunggu TPA penuh baru ribut, sementara di lapangan sampah masih bercampur mulai dari plastik kemasan hingga bangkai hewan.
Bayu menutup dengan harapan klasik pemerintah daerah, “Yang penting masyarakat bisa mengolah sampah.”
Kalimat yang sudah diucapkan bertahun-tahun, meski sampah masih buang, angkut, dan lupakan.
DLH akhirnya menjelaskan cara mengadu pencemaran secara resmi. Bukan lagi hanya komentar di medsos atau gerutuan saat cuci tangan di sungai berbau solar.
Sosialisasi ini penting, tapi publik menunggu babak berikut, akankah perusahaan yang nakal benar-benar ditindak, sungai kembali jadi air, bukan limbah cair dan pengawasan desa bukan sekadar tanda tangan stempel
Sungai Cilamaya harus diselamatkan sebelum berubah total dari aliran air menjadi arsip bukti pencemaran permanen.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”










