[Locusonline.co, BANDUNG] – Jelang libur panjang Natal dan Tahun Baru (Nataru), Pemerintah Kota Bandung mengerahkan seluruh elemen untuk mengantisipasi kerumunan dan kemacetan parah yang diperkirakan melanda kota ini. Selain itu, dalam skenario terbaru, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengusulkan kebijakan radikal: meliburkan sementara seluruh angkot di Bandung selama dua hari pada 31 Desember 2025 dan 1 Januari 2026 dengan memberikan kompensasi finansial kepada para supir.
Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menyambut baik ide Gubernur Jabar Dedi Mulyadi ini. “Saya menyambut baik ide dari Pak Gubernur, karena bagaimanapun juga ini merupakan salah satu solusi yang secara serius harus kita perhatikan dan sikapi,” ungkap Farhan di Balai Kota, Selasa (23/12/2025). Di sisi lain, ia mengakui wacana ini masih memerlukan pembahasan mendalam bersama berbagai pihak terkait.
Langkah ini adalah bagian dari persiapan menyeluruh Kota Bandung menghadapi puncak kunjungan wisatawan. Prediksi menunjukkan tanggal-tanggal kritis, terutama 31 Desember 2025 hingga 1 Januari 2026, akan menjadi puncak kepadatan lalu lintas. Oleh karena itu, selain wacana pengendalian kendaraan umum, Farhan telah lebih dulu mengeluarkan kebijakan internal yang tegas: mewajibkan seluruh pejabat dan perangkat daerah untuk tetap berada di Kota Bandung selama periode Nataru guna memastikan pelayanan publik berjalan optimal.
Mengurai Kemacetan dengan Wacana Libur Angkot: Belajar dari Puncak
Ide untuk meliburkan angkot di Bandung bukan tanpa preseden. Pertama-tama, kebijakan ini terinspirasi dari keberhasilan penerapan skema serupa di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. Di sana, angkutan umum diliburkan selama empat hari dengan memberikan kompensasi kepada para pengemudi untuk meredam kemacetan ekstrem.
Gubernur Dedi Mulyadi melihat model ini bisa diadopsi di Bandung, meski dengan penyesuaian durasi. “Ini seperti di Puncak… Di Bandung juga kita harap sama, di dua hari,” ujarnya. Alasan di balik wacana ini jelas: meminimalisir volume kendaraan di jalan. “Faktanya memang, saat ini banyak sekali wisatawan yang datang ke Bandung menggunakan kendaraan pribadi. Jadi mau tidak mau, ruang jalan harus lebih banyak diberikan kepada para pengguna kendaraan pribadi,” jelas Farhan.
Namun, penerapannya di Bandung diakui akan lebih kompleks. Sebagai contoh, karakteristik jalan di Puncak yang cenderung lurus dan satu jalur berbeda dengan kondisi Bandung yang memiliki banyak persimpangan. Selain itu, muncul kekhawatiran tentang dampaknya terhadap mobilitas warga lokal yang bergantung pada angkot, seperti para pekerja di sektor informal.
Detail Wacana dan Tantangan Implementasi
Untuk mewujudkan wacana ini, sejumlah detail teknis masih harus dirumuskan. Berikut adalah poin-poin kunci yang sedang dibahas:Aspek Kebijakan Rencana / Usulan Awal Catatan dan Tantangan Periode Libur 31 Desember 2025 dan 1 Januari 2026. Mencakup malam tahun baru dan hari pertama tahun baru. Bentuk Kebijakan Masih dibahas: apakah libur total, pembatasan jam operasional, atau hanya di rute/rute tertentu. Dishub Jabar menilai kebijakan penuh lebih memungkinkan diterapkan saat Lebaran. Besaran Kompensasi Rp 500.000 untuk dua hari, dibagi antara sopir dan pemilik kendaraan. Diasumsikan dari rata-rata pendapatan Rp 250.000/hari (setoran+konsumsi sopir). Pembiayaan Diusulkan dibagi rata antara Pemprov Jabar dan Pemkot Bandung. Pemkot Bandung masih menghitung ketersediaan dan sumber anggaran. Penerima Kompensasi Sekitar 2.500 sopir angkot yang tercatat beroperasi. Mekanisme penyaluran (langsung ke sopir atau via koperasi) masih digodok untuk hindari penyalahgunaan.
Wali Kota Farhan menekankan bahwa diskusi harus melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk koperasi angkot, operator, dan aparat penegak hukum seperti Satlantas Polrestabes dan Dishub Kota Bandung. “Hal ini untuk memastikan agar tidak ada satu pun layanan publik yang terganggu,” tegasnya. Terlebih lagi, skema kompensasi harus dirancang dengan administrasi yang ketat untuk memastikan bantuan tepat sasaran.
Strategi Pengamanan dan Penertiban Lainnya
Terlepas dari apakah wacana libur angkot akhirnya diterapkan atau tidak, Pemkot Bandung telah menyiapkan sejumlah langkah operasional utama untuk mengantisipasi kemacetan Nataru.
Pertama, operasi penertiban parkir liar akan diperketat. Farhan berkomitmen memberantas praktik “pengetokan” harga oleh calo parkir ilegal. “Keberadaan parkir liar yang suka mengetok harga, itu pasti akan kita sikat habis-habisan,” janjinya. Kedua, pihaknya menyiagakan derek dan petugas untuk menangani insiden kendaraan mogok di jalan yang kerap memicu kemacetan panjang.
Dengan demikian, pendekatan Kota Bandung menghadapi Nataru 2025 bersifat multi-segi. Mulai dari pengaturan sumber daya manusia pemerintahan, wacana pengendalian transportasi umum, hingga penegakan hukum di lapangan. Pada akhirnya, semua kebijakan ini bermuara pada satu tujuan: menciptakan kenyamanan dan keamanan baik bagi wisatawan yang datang maupun warga Bandung yang beraktivitas selama libur panjang. (**)













