[Locusonline.co] Penyidik KPK menemukan percakapan yang sengaja dihapus pada telepon genggam yang disita dari kantor Pemkab Bekasi. Temuan ini mengindikasikan upaya sistematis untuk menghilangkan jejak kasus suap ijon proyek yang diduga melibatkan Bupati Ade Kuswara Kunang dan ayahnya. Penggeledahan yang berlangsung pada Senin (22/12) menyita puluhan dokumen proyek, menguak skema korupsi yang merugikan negara miliaran rupiah .
Skandal ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 18 Desember 2025, yang menjadi salah satu dari tiga OTT yang dilakukan KPK dalam satu hari itu saja . Kini, penyidik tak hanya mengejar aliran dana, tetapi juga berburu dalang penghapusan bukti digital tersebut.
Detail Penggeledahan: Dokumen Proyek dan Bukti Elektronik yang Dimanipulasi
Penggeledahan di kompleks perkantoran Pemkab Bekasi menghasilkan penyitaan 49 dokumen dan 5 barang bukti elektronik. Dokumen-dokumen tersebut secara spesifik berkaitan dengan proyek pengadaan tahun 2025 dan rencana pekerjaan untuk tahun 2026. Hal ini menguatkan dugaan bahwa praktik suap telah terintegrasi dalam perencanaan anggaran daerah.
Namun, temuan kritis justru datang dari barang bukti elektronik. Pada salah satu telepon genggam yang disita, penyidik menemukan sejumlah percakapan telah dihapus. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa pihaknya akan menelusuri siapa pemberi perintah penghapusan jejak komunikasi itu. Tindakan ini diduga kuat merupakan upaya untuk merintangi jalannya penyidikan.
Kronologi Kasus: Dari Pelantikan hingga OTT
Kasus ini berawal tidak lama setelah Ade Kuswara Kunang dilantik sebagai Bupati Bekasi. Ia lalu menjalin komunikasi dengan seorang pihak swasta berinisial SRJ atau Sarjan, yang merupakan penyedia paket proyek di lingkungan Pemkab Bekasi. Komunikasi ini kemudian berkembang menjadi permintaan uang.
Ade Kuswara diduga rutin meminta “ijon” atau uang di muka untuk paket proyek kepada Sarjan. Permintaan ini disalurkan melalui perantara ayahnya sendiri, HM Kunang, yang menjabat sebagai Kepala Desa Sukadami, serta pihak-pihak lainnya . Yang patut dicatat, permintaan uang ini dilakukan padahal proyek yang dijanjikan belum ada. Proyek-proyek tersebut baru akan terealisasi pada tahun 2026 dan seterusnya.
KPK akhirnya menggerakkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Kamis, 18 Desember 2025. OTT ini merupakan yang kesepuluh dari total 11 OTT yang digelar KPK sepanjang tahun 2025 . Dalam operasi tersebut, sepuluh orang ditangkap, termasuk Bupati Ade Kuswara dan ayahnya.
Modus dan Nilai Kerugian Negara yang Fantastis
Modus “ijon proyek” yang terungkap dalam kasus ini menunjukkan tingkat keberanian yang tinggi. Peminta suap tidak lagi menunggu proyek berjalan, tetapi meminta uang di muka untuk proyek yang masih dalam rencana. Ini merupakan bentuk korupsi yang sangat merugikan karena uang negara dikuras untuk sesuatu yang bahkan belum dimulai.
Total nilai suap yang diduga diterima mencapai angka yang fantastis. Dari pihak swasta Sarjan saja, Ade Kuswara dan ayahnya diduga menerima Rp 9,5 miliar. Uang tersebut diserahkan dalam empat tahap yang berbeda. Pada saat OTT, KPK juga berhasil menyita uang tunai sebesar Rp 200 juta di rumah Ade Kuswara, yang diduga merupakan setoran ijon keempat dari Sarjan.
Selain aliran dana dari Sarjan, sepanjang tahun 2025, Ade Kuswara juga diduga menerima penerimaan lainnya dari sejumlah pihak dengan total Rp 4,7 miliar. Jika dijumlahkan, total uang yang diterima Bupati Bekasi ini diduga mencapai Rp 14,2 miliar dalam waktu relatif singkat sejak ia menjabat .
Status Hukum dan Reaksi
Berdasarkan temuan awal, KPK secara resmi menetapkan tiga orang sebagai tersangka pada Sabtu, 20 Desember 2025. Ketiganya adalah:
- Ade Kuswara Kunang (ADK) sebagai Bupati Bekasi dan diduga penerima suap.
- HM Kunang (HMK) sebagai ayah Bupati dan diduga penerima suap.
- Sarjan (SRJ) sebagai pihak swasta dan diduga pemberi suap .
Ketiga tersangka telah ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK untuk 20 hari pertama, hingga 8 Januari 2026 . Penetapan tersangka ini menjadikan Ade Kuswara sebagai kepala daerah keenam yang ditetapkan KPK sebagai tersangka sepanjang tahun 2025.
Mantan penyidik KPK, Praswad Nugraha, memberikan tanggapan keras. Ia menyebut bahwa praktik korupsi yang melibatkan hubungan keluarga seperti ini “lebih parah dari nepotisme”. Sementara itu, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengaku pernah mengingatkan Ade Kuswara untuk menjalankan tugas tanpa melanggar prinsip kepatutan.
Konteks Nasional: Gelombang OTT KPK di Akhir Tahun 2025
Kasus Bupati Bekasi ini tidak berdiri sendiri. OTT pada 18 Desember 2025 adalah bagian dari tiga OTT yang diumumkan KPK dalam satu hari yang sama, sebuah langkah yang jarang terjadi .
Selain di Bekasi, KPK juga melakukan OTT di Banten (menyita Rp900 juta) dan di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, yang menjerat tiga orang jaksa . Gelombang operasi ini menandai kinerja penindakan KPK di akhir tahun.
Secara keseluruhan, sepanjang 2025, KPK telah melakukan 11 kali Operasi Tangkap Tangan dan menetapkan 118 tersangka. Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, menegaskan bahwa operasi-operasi ini mengungkap praktik korupsi yang sistematis di sektor pemerintahan, seperti layanan kesehatan, pekerjaan umum, hingga jual beli jabatan .
Langkah Selanjutnya dan Tantangan Penyidikan
Dengan temuan penghapusan percakapan di telepon genggam, penyidikan memasuki babak yang lebih teknis dan kompleks. Tim forensik digital KPK kini memiliki tugas untuk memulihkan data yang terhapus. Keberhasilan memulihkan data ini bisa menjadi kunci untuk mengungkap jaringan yang lebih luas dan pola komunikasi tersangka.
KPK juga menyatakan bahwa rangkaian penggeledahan masih akan berlanjut ke “titik-titik berikutnya”. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa penyidikan masih terus meluas, berpotensi menjangkau pihak-pihak lain yang terlibat dalam skema pengadaan proyek di Pemkab Bekasi.
Kasus ini sekali lagi menyoroti kerentanan sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah terhadap praktik korupsi, serta pentingnya pengawasan yang ketat sejak tahap perencanaan anggaran. Masyarakat kini menunggu, apakah bukti digital yang terhapus itu dapat dikembalikan, untuk mengungkap kebenaran skandal miliaran rupiah di Bekasi. (**)













