“Dari pagi kami diskusi bagaimana pasar dibangun sejak awal. Jadi masyarakat tidak disuruh produksi dulu, lalu bingung jual ke siapa,” katanya.
Baca Juga : Libur Boleh, Kabur Jangan: Pejabat Garut Dikandangkan Saat Nataru
Model ini dinilai menjadi pembeda Pesawaran dengan banyak daerah lain yang masih menjalankan perhutanan sosial secara sektoral: tanam, panen, selesai tanpa ekosistem usaha yang berkelanjutan. Di Pesawaran, pengelolaan hutan, pengembangan usaha, dan akses pasar dirajut dalam satu skema.
Ridwan menegaskan pola tersebut akan menjadi rujukan bagi Garut. Potensi hutan besar, katanya, akan sia-sia jika tidak diiringi tata kelola yang mampu menjawab tantangan nilai tambah.
“Hutannya harus tetap terjaga, ekonominya tumbuh, masyarakat sejahtera. Itu tidak mungkin terjadi tanpa kolaborasi,” ujarnya.
Rombongan Pemkab Garut dalam kunjungan ini melibatkan lintas OPD, mulai dari perencanaan, kehutanan, pertanian, perindustrian, lingkungan hidup, hingga perguruan tinggi. Komposisi ini menandai upaya menjadikan IAD sebagai agenda pembangunan terpadu, bukan sekadar program tempelan sektor kehutanan.
Sementara itu, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Pesawaran, Iskandar, menegaskan keberhasilan IAD di daerahnya ditopang kolaborasi pentahelix: pemerintah, pengelola hutan, akademisi, pelaku usaha, kelompok masyarakat, hingga media.
“IAD tidak bisa dikerjakan satu pihak. Kuncinya kolaborasi supaya hutan tetap lestari, ekonomi tumbuh, dan masyarakat sejahtera,” kata Iskandar.
Ia menambahkan, akses pembiayaan menjadi penopang penting. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Pembangunan Daerah Lampung mendukung pengembangan perhutanan sosial melalui fasilitasi kredit. Hal itu tercermin dari kinerja TPAKD Pesawaran yang masuk tiga besar terbaik di Provinsi Lampung.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”











