Editoroal Redaksi Locusonline – Penggeledahan sebuah rumah di kawasan Garut City Residence oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri pekan ini seolah menegaskan satu hal negara hadir dengan senjata lengkap, tetapi kerap lupa membawa penjelasan. Operasi yang diduga terkait pengembangan jaringan radikalisme itu menyisakan lebih banyak tanya ketimbang jawaban, terutama bagi warga yang rumah dan psikologinya ikut “disterilkan”.
Warga RW 19 Kelurahan Muara Sanding masih menyimpan trauma. Malam itu, rumah-rumah di sekitar lokasi diminta kosong, akses komplek ditutup, dan aparat bersenjata lengkap lengkap pula dengan kendaraan Barakuda menjadi pemandangan yang tak biasa bagi kawasan perumahan yang biasanya sunyi. Ironisnya, setelah debu operasi mengendap, yang tertinggal justru keheningan informasi.
Anak penghuni rumah disebut telah diamankan Densus 88. Namun hingga kini, publik belum mendapat keterangan resmi mengenai status hukumnya, barang bukti yang disita, atau keterkaitan kasus ini dengan jaringan tertentu. Kepolisian setempat memilih peran figuran “Kami hanya back up,” kata pejabat Polres Garut singkat. Selebihnya, semua “di Densus”. Negara tampil gagah di lapangan, tapi hemat kata di ruang publik.
Padahal, ini bukan sekadar perkara keamanan. Ini juga soal psikologi warga, hak anak, dan kepercayaan publik. Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Garut membenarkan bahwa yang diamankan masih berstatus pelajar SMK dan telah didampingi, titik. Lagi-lagi, titik itu menggantung, bukan menutup.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”











