Baca Juga : Buruh Ngegas di Gedung Sate: UMK Jangan Diutak-atik, Ini Bukan Remix Lagu
Dari keterangan warga, anak tersebut dikenal tertutup, jarang bergaul, gemar bermain gim daring, bahkan disebut menguasai beberapa bahasa. Narasi ini cepat sekali disusun tertutup, menyendiri, jago bahasa seolah paket stereotip yang siap disimpulkan. Padahal, sunyi bukan tindak pidana, dan kecakapan bahasa bukan barang bukti. Editorial ini menolak logika potong kompas mengaitkan keanehan sosial dengan kesimpulan keamanan tanpa data yang terang.
Kita paham, terorisme adalah ancaman nyata. Negara wajib bertindak cepat dan tegas. Namun ketegasan tanpa transparansi berisiko melahirkan ketakutan baru bukan pada teror, melainkan pada proses hukum itu sendiri. Ketika informasi dikunci rapat, spekulasi justru berlari kencang. Dan di ruang kosong itulah, trauma warga tumbuh subur.
Editorial ini tidak menuntut pembukaan detail yang membahayakan operasi. Yang diminta sederhana dan wajar penjelasan proporsional. Status hukum, garis besar perkara, dan jaminan perlindungan hak anak. Transparansi minimum adalah oksigen kepercayaan publik. Tanpanya, setiap penggeledahan akan selalu terdengar seperti ketukan keras di pintu akal sehat.
Garut mungkin kembali sunyi setelah aparat pergi. Tapi sunyi yang barusan digeledah ini menyimpan pesan: keamanan nasional tak boleh berdiri berseberangan dengan keterbukaan. Jika tidak, yang tertangkap bukan hanya satu anak melainkan rasa aman warga dan kredibilitas negara.*****

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”











