LOCUSONLINE.CO – Lembaga Kejaksaan saat ini tengah menjadi sorotan publik. Pasalnya, perkara yang ditangani Kejaksaan Agung saat ini rata-rata perkara “gajah”. Namun berbanding terbalik dengan Keberadaan Kejaksaan Negeri Garut yang tak mampu menyelesaikan dugaan Tindak Pidana Korupsi di Gedung DPRD Garut seperti kasus dugaan korupsi BOP (Biaya Operasional), Reses dan Pokir (Pokok-Pokok Pikiran) DPRD. Padahal perkara ini sudah viral sejak tahun 2019 lalu. Namun, sudah 4 pimpinan Kejari Garut melakukan proses hukum terkait kasus BOP, Reses dan Pokir, namun masih juga menimbulkan teka-teki di masyarakat Garut.
Menyikapi proses hukum yang dilakukan Kejari Garut berkaitan dengan kasus yang diduga kuat melibatkan oknum pejabat di lembaga DPRD Garut, yang tidak ada kejelasannya sampai kini, dikhawatirkan bisa menimbulkan trust (kepercayaan) dari publik. “Bayangkan, empat pimpinan Kejari Garut sudah berganti, namun sampai saat ini tidak ada kejelasannya. Kalau begini terus, Kejaksaan bisa kehilangan trust dari publik,” ujar Koordinator Masyarakat Peduli Kebijakan (MPK), Asep Muhidin, S.H,. MH.
Asep menilai, salah satu Kejari Garut yang kini sudah meninggalkan kota Garut dan bertugas di tempat lain yakni Dr. Neva Sari Susanti, S.H,. M.Hum menyatakan kepada media, bahwa dugaan kasus korupsi di DPRD Garut diperkirakan telah menimbulkan kerugian keuangan negara mencapai 1,2 Milyar Rupiah. Kejaksaan Negeri Garut juga telah memeriksa sampai 500 saksi. Bahkan, sudah dilakukan penggeledahan di gedung DPRD Garut. Namun rangkaian kegiatan itu baru sebatas memperlihatkan bahwa Kejari Garut masih menangani dugaan Tipikor DPRD Garut, tapi sepertinya ogah menyelesaikan dengan menetapkan setatus tersangka kepada yang layak menyandang atau mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Ini seperti ada ketimpangan. Di satu sisi, Tim Pidsus Kejaksaan Agung berlari cepat dalam menangani dugaan Tipikor, tetapi Pidsus Kejaksaan daerah khususnya di Garut terkunci di kursi dalam menangani perkara dugaan Tipikor. Padahal seharusnya kejaksaan menjadi “role model” untuk ditiru dalam ketaatan dan kepatuhannya kepada peraturan perundang-undangan,” tandasnya.
Menurut Asep Muhidin, penanganan perkara seperti ini berpotensi adanya dugaan pemanfaatan oleh oknum tertentu. Jadi, apabila merujuk penanganan perkara dugaan korupsi, yaitu Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-039/A/JA/10/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus yang telah diubah oleh Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-017/A/JA/07/2014 tentang Perubahan PER-039/A/JA/10/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus, tentu ada deadline waktu agar ada kepastian hukum dalam penanganannya.
“Kalau cara dan modelnya begini, karena Kejasaan juga diduga telah melanggar standar operasional prosedur (SOP) dan tidak memberikan kepastian hukum, warga Garut yang terdiri dari berbagai elemen dan memiliki tujuan sama akan mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum dalam waktu dekat ini. Kami (Masyarakat Pemerhati Kebijakan) menilai, ini sudah menciderai hukum. Seharusnya Kejaksaan Negeri Garut selaku penegak hukum bisa memberikan contoh ketaatan hukum kepada masyarakat,” tandasnya.
Asep menegaskan, karena hukum di Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja, maka MPK akan mengambil atau melakukan langkah-langkah terukur agar publik khususnya masyarakat Garut mendapat kepastian hukum terhadap perkara dugaan korupsi di DPRD Garut dengan mengajukan juga Praperadilan. Mungkin banyaknya saksi yang harus diminta keterangan akan menjadi senjata utama Kejari Garut atas berlarut-larutnya penanganan perkara ini. Itu alasan klasik dengan kaset baru. Karena hampir semua Kajari mengatakan seperti itu.
“Sampai saat ini, Kejari Garut kan masih emoh menyampaikan perkembangan dugaan Tipikor DPRD. Padahal mereka sendiri yang menyatakan sudah ada perkiraan kerugian negara hingga satu miliar lebih. Bahkan kejari Garut sudah menggeledah gedung DPRD dan sudah memeriksa kurang lebih sampai 500 saksi, tapi masih tersandera di kursi Kejari Garut, bukannya berlari seperti Pidsus di Kejaksaan Agung,” pungkasnya. (Asep Ahmad).