LOCUSONLINE, JAKARTA – Pernyataan Presiden Prabowo Subianto tentang rencana membangun penjara khusus koruptor di pulau terpencil, dengan alasan untuk mencegah mereka kabur dan berhadapan dengan hiu, menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Pernyataan ini dianggap bombastis dan menunjukkan ketidakjelasan kebijakan pemberantasan korupsi. Senin, 17 Maret 2025
Sebelumnya, Prabowo juga pernah menyatakan akan mengampuni koruptor jika mereka mengembalikan uangnya secara diam-diam. Pernyataan yang berubah-ubah ini semakin mempertanyakan komitmen Prabowo dalam memberantas korupsi.
Sejumlah pakar menilai, ketimbang membuat pernyataan bombastis, Prabowo seharusnya mengambil langkah nyata seperti mendorong pengesahan UU Perampasan Aset, mengembalikan independensi KPK, dan memastikan penegakan hukum yang konsisten.
Baca Juga : Mahasiswa FH UBK Kritik UU Kejaksaan, Imunitas Jaksa Tameng dari Tindakan Menyimpang?
Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, menilai pernyataan Prabowo tentang penjara khusus di pulau terpencil hanya retorika tanpa arah kebijakan yang jelas. Ia menegaskan bahwa penjara bukanlah solusi utama untuk memberantas korupsi.
“Akar masalahnya adalah faktor ekonomi. Hukuman yang efektif bukan sekadar pemenjaraan, tetapi pemiskinan koruptor melalui pemulihan aset negara,” tegas Zaenur.
Laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) 2023 mencatat, rata-rata vonis pengadilan tindak pidana korupsi hanya 3 tahun 4 bulan penjara. Sanksi denda juga belum memberi efek jera, dengan total denda yang dijatuhkan sepanjang 2023 hanya Rp 149 miliar.
