LOCUSONLINE, JAKARTA – Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun ini diwarnai dengan dilema mendalam. Di tengah semangat “Merdeka Belajar” dan tema “Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu Untuk Semua”, kita dihadapkan pada kenyataan pahit: merosotnya integritas pendidikan nasional. Jumat, 2 Mei 2025
Data Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 dari KPK menunjukkan penurunan signifikan skor integritas pendidikan dari 73,7 (2023) menjadi 69,50. Temuan ini, yang melibatkan 36.888 satuan pendidikan dan 449.865 responden, menempatkan integritas pendidikan pada level “koreksi”. Praktik menyontek yang merajalela di 78% sekolah dan 98% kampus, ketidakdisiplinan akademik yang tinggi (45% siswa, 84% mahasiswa), dan gratifikasi (22% sekolah) menjadi bukti nyata krisis integritas.
Kondisi ini mencerminkan hilangnya esensi pendidikan yang sebenarnya: pembentukan karakter dan penanaman nilai moral. Pragmatisme dan obsesi formalitas menggeser fokus pada proses pembelajaran bermakna. Seperti pepatah lama, “Tak kenal maka tak sayang”, kita seolah lupa bahwa pendidikan bukan hanya soal mengejar nilai dan gelar, tetapi juga membangun manusia yang berakhlak mulia dan berintegritas.
Kita perlu kembali pada hakikat pendidikan yang sesungguhnya. Pemikiran Plato dan Aristoteles menekankan pengembangan holistik individu, sementara Ki Hadjar Dewantara menitikberatkan pendidikan yang memerdekakan dan berakar budaya. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pun secara eksplisit menyatakan tujuan pendidikan yang komprehensif, mencakup aspek spiritual, moral, dan keterampilan.
