LOCUSONLINE, GARUT – Ledakan yang terjadi di lokasi pemusnahan amunisi milik TNI di kawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Desa Segara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, menewaskan sembilan warga sipil dan empat prajurit TNI. Insiden tersebut menyisakan pertanyaan mengenai keberadaan warga sipil di area peledakan.
Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Kristomei Sianturi, mengungkapkan bahwa kehadiran warga di sekitar lokasi peledakan bukanlah hal baru. Warga disebut kerap mengumpulkan sisa material logam seperti tembaga atau besi usai proses pemusnahan dilakukan. “Biasanya setelah peledakan, masyarakat datang untuk mengambil serpihan logam, tembaga, atau besi bekas granat maupun mortir,” ujarnya, Senin (12/5/2025).
Hal senada disampaikan Jenderal TNI (Purn) Dudung Abdurachman, mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang kini menjabat sebagai Penasihat Khusus Presiden bidang Pertahanan. Ia menyebut bahwa praktik warga mengumpulkan selongsong peluru pasca latihan tembak merupakan hal yang sering terjadi. “Selongsong dari kuningan itu bernilai jual, dan sering dimanfaatkan warga,” kata Dudung dalam wawancara dengan Kompas TV, Selasa (13/5/2025).
Baca Juga :
Tragedi Ledakan Amunisi di Garut, 9 Warga Sipil Jadi Korban
Namun demikian, Dudung menilai praktik tersebut harus dihentikan dan masyarakat tidak lagi boleh dilibatkan dalam proses pemusnahan amunisi, termasuk penggalian lubang peledakan.
Pernyataan dari pihak militer tersebut dibantah keluarga korban. Agus (55), kakak dari almarhum Rustiwan—salah satu korban tewas—menyatakan bahwa adiknya bukan pemulung logam, melainkan sudah bertahun-tahun terlibat sebagai pekerja pendukung dalam proses pemusnahan amunisi bersama TNI. “Adik saya sudah 10 tahun membantu TNI dalam pemusnahan amunisi, termasuk di luar Garut. Jadi bukan pemulung seperti yang diberitakan,” tegasnya saat ditemui di RSUD Pameungpeuk, Garut, Selasa (13/5/2025).

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”