LOCUSONLINE, JAKARTA – Dalam seratus hari pertama masa jabatannya, Presiden Prabowo Subianto telah lima kali membatalkan kebijakan menterinya sendiri. Langkah korektif tersebut diambil setelah sejumlah keputusan menuai polemik dan penolakan publik secara masif. Kamis, 19 Juni 2025
Dari pembatalan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga pencabutan izin tambang di Raja Ampat, intervensi Prabowo dinilai sebagai upaya menenangkan gejolak masyarakat, sekaligus menegaskan posisinya sebagai pengambil keputusan tertinggi. Namun, di balik itu, sejumlah pengamat menyoroti lemahnya komunikasi di internal Kabinet Merah Putih (KMP).
1. Kenaikan PPN 12 Persen Hanya Berlaku untuk Barang Mewah
Menjelang pergantian tahun, pemerintah mengumumkan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen yang semula dijadwalkan berlaku pada 1 Januari 2025. Namun, setelah Presiden Prabowo menggelar rapat dengan Menkeu Sri Mulyani dan jajaran Kemenkeu, diputuskan bahwa kebijakan tersebut hanya akan dikenakan terhadap barang-barang mewah, seperti jet pribadi, yacht, kapal pesiar, dan rumah mewah.
Keputusan itu diambil setelah masyarakat ramai-ramai menolak kebijakan tersebut, terutama karena kekhawatiran barang kebutuhan pokok turut terdampak. Petisi digital dan aksi protes mewarnai respons publik. Prabowo kemudian menegaskan, pemerintah tidak akan membebani rakyat kecil dengan pajak tambahan di tengah tekanan ekonomi.
2. Larangan Pengecer Elpiji Dicabut Setelah Ricuh
Kebijakan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang membatasi penjualan Elpiji 3 kilogram hanya melalui pangkalan resmi menuai kekacauan. Antrian panjang, kelangkaan gas, hingga kabar duka karena warga lansia meninggal saat menunggu, menjadi pemantik kemarahan publik.
