LOCUSONLINE, JAKARTA – Setelah puluhan tahun membiarkan pendidikan menjadi mimpi mewah bagi warga miskin, negara akhirnya “tercerahkan”. Presiden Prabowo Subianto, lewat program Sekolah Rakyat, ingin membuktikan bahwa kemiskinan tidak turun-temurun asal muridnya dikurung di asrama. Senin, 14 Juli 2025
Dibungkus jargon “memutus rantai kemiskinan”, program ini disebut sebagai manifestasi Asta Cita nomor empat. Sekolah Rakyat akan menyasar anak-anak dari keluarga yang selama ini hidup di bawah statistik BPS—yakni mereka yang bahkan tidak punya cukup untuk sekadar bermimpi sekolah.
“Pendidikan itu kunci memutus kemiskinan,” ujar Adita Irawati dari Kantor Komunikasi Kepresidenan. Ironisnya, pernyataan ini muncul setelah puluhan tahun sistem pendidikan gratis hanya sebatas biaya gedung, sementara ongkos seragam, alat tulis, dan ongkos ojek tetap jadi momok yang membatalkan ijazah.
Dengan pendekatan berasrama, negara kini turun tangan langsung: tidak hanya menyediakan tempat tidur dan makan, tetapi juga menciptakan “miniatur negara” di mana anak-anak miskin bisa belajar, hidup, dan semoga lupa bahwa mereka pernah miskin.
Menurut BPS, per September 2024, masih ada 24 juta penduduk miskin, dengan lebih dari 3 juta di antaranya masuk kategori miskin ekstrem—kelas sosial yang bahkan susah dimasukkan ke dalam kategori pendidikan.
Baca Juga :
Mencari Keadilan Melalui RDP ke Komisi III DPR RI, Advokat: Polri Harus Paparkan Tentang Scientifik Crime Investigation
Tapi tunggu dulu, angka partisipasi sekolah juga tidak kalah tragis: dari kuintil ekonomi terbawah, hanya 74% yang bisa mengecap pendidikan SMA/SMK. Itu pun belum tentu tamat. Lebih menyedihkan lagi, 730 ribu anak lulusan SMP tahun lalu tak melanjutkan pendidikan, dengan alasan yang sangat “klasik”: tak punya uang.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”