LOCUSONLINE, GARUT — Di tanah legendaris penghasil jaket kulit, tersimpan pula warisan aroma kimia dan aliran air warna kopi pekat. Kawasan Sukaregang, Garut, kini bukan hanya terkenal dengan produk kulitnya, tetapi juga sebagai destinasi wisata limbah industri yang terbuka 24 jam, gratis, dan langsung terhubung ke Sungai Cimanuk. Jumat, 25 Juli 2025
Pabrik-pabrik kulit di sana didorong semangat efisiensi dan diduga minim rasa kasihan pada lingkungan, ditemukan membuang cairan limbah beracun langsung ke sungai. Tanpa basa-basi pemurnian, tanpa saringan IPAL, tanpa rasa bersalah. Sebab bagi sebagian pelaku industri, “proses” tampaknya hanya berlaku di showroom, bukan di saluran limbah.
“Bener, limbahnya dibuang begitu aja ke tanah dan sungai, gak lewat IPAL,” ujar Ipda Hadiansyah, Kanit Tipidter Polres Garut, yang kedengaran lebih pas jadi aktivis lingkungan dibanding aparat.
Tak tanggung-tanggung, untuk menguji kadar racun dalam air, polisi sampai harus mendatangkan petugas laboratorium dari Bandung. Alasannya sederhana: Garut belum punya laboratorium sendiri. Ya, sebuah kabupaten dengan segudang industri malah belum siap menguji limbahnya sendiri. Maka, sambil menunggu hasil uji 14 hari kerja, warga tetap disuguhi air bau tengik berwarna gelap pekat sebagai minuman spiritual bagi mata dan paru-paru.
Baca Juga : 4,5 Tahun untuk Segenggam Gula Tom Lembong: Antara Hukum, Humor, dan Harapan yang Manis Pahit
Keluhan pun datang dari Kampung Naga, tetangga Tasikmalaya yang ikut menikmati kiriman air berkandungan spesial dari Sukaregang. Tapi entah kenapa, para pabrik kulit seolah tetap percaya diri, mungkin karena IPAL mereka difungsikan lebih sebagai pajangan administratif ketimbang alat pemurnian sesungguhnya.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”