“Satu hal jelas: di negeri ini, penetapan tersangka bisa secepat pengadaan, tapi pembuktian kerugian negara sering lambat seperti koneksi WiFi sekolah.”
LOCUSONLINE, JAKARTA – Drama hukum mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, memasuki babak baru. Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (13/10/2025), menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan tim kuasa hukumnya. Hakim tunggal I Ketut Darpawan menyatakan, penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook sah menurut hukum.
“Mengadili, menolak praperadilan pemohon,” tegas hakim, dengan gaya pembacaan yang terdengar seperti membacakan petunjuk manual KUHAP pasal demi pasal.
Hakim menilai penyidikan Kejagung sudah sesuai prosedur hukum acara pidana. Empat alat bukti yang digunakan pun dianggap cukup, meski belum ada hasil audit kerugian negara dari BPKP. Dalam logika hukum acara, ini sah. Dalam logika awam, ini seperti memberi nilai ujian sebelum soal dikerjakan.
Bupati Garut Sambut KPK, Janji Belajar Hindari Korupsi Seperti Siswa Baru di Kelas Anti-Slip
Tim kuasa hukum Nadiem mempersoalkan kecepatan luar biasa Kejagung: Surat Perintah Penyidikan dan Surat Penetapan Tersangka terbit di hari yang sama 4 September 2025. Langkah yang mungkin membuat birokrasi lain iri, karena di tempat lain mengurus SK kadang butuh sebulan, sementara di sini cukup sehari untuk menetapkan menteri jadi tersangka.
“Bagaimana mungkin seseorang ditetapkan sebagai tersangka korupsi sementara hasil audit untuk menghitung kerugian negaranya belum ada,” ujar kuasa hukum Nadiem, Dodi S Abdulkadir.
Namun hakim tetap kukuh pada norma hukum positif yang, sesuai tradisi, tidak suka berimprovisasi.
Putusan hakim disambut keharuan keluarga. Istri Nadiem, Franka Franklin, menyampaikan kekecewaannya sambil menegaskan dukungan moral keluarga.
“Tentunya kami sedih dan kecewa, tapi kami hormati keputusan hakim,” ujarnya.
Ayah Nadiem, Nono Anwar Makarim, terdengar lebih tegas:
“Hasil praperadilan mengecewakan. Sekarang yang penting selanjutnya apa? Kita berjuang terus.”
Sementara sang ibu, Atika Algadri, menyampaikan keyakinannya bahwa sang anak bekerja dengan moral dan integritas tinggi.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”