LOCUSONLINE, PURWAKARTA – Rapat perdana pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD Kabupaten Purwakarta Tahun Anggaran 2026 bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) berlangsung panas. Sejumlah anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Purwakarta melontarkan pertanyaan tajam terkait kejelasan pembayaran utang Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) ke desa senilai Rp19,7 miliar.
Rapat yang digelar di Ruang Gabungan Komisi DPRD Purwakarta, Selasa (4/11/2025), dipimpin oleh Wakil Ketua III DPRD Purwakarta, H. Entis Sutisna, dan dihadiri seluruh anggota Banggar serta jajaran TAPD yang diketuai Pj. Sekda Hj. Nina Herlina.
Anggota Banggar Dedi Juhari membuka interupsi saat Nina memaparkan jawaban seputar dana Belanja Tidak Terduga (BTT) senilai Rp30,9 miliar.
“Tadi dijelaskan dana BTT Rp30,9 miliar, salah satunya untuk tunda bayar dan DBHP ke desa Rp19,7 miliar. Mohon dijelaskan, karena saya membaca ketentuannya, DBHP harus dibayar di tahun berjalan,” ujar Dedi.
Menanggapi hal itu, Nina Herlina menjelaskan bahwa pembayaran DBHP merupakan kewajiban yang sudah tercatat di neraca keuangan pemerintah daerah.
“Kita akan membayar DBHP tahun 2016–2017 sebesar Rp19,7 miliar. Pembayaran dilakukan berdasarkan kondisi pendapatan tahun 2025 yang bersifat promise to pay,” jelas Nina.
Baca Juga : Kasus “Hajatan Maut” Pendopo Garut: Tamu Sudah Pulang, Hukum Masih Nongkrong di Gerbang
Penjelasan tersebut memunculkan reaksi lanjutan dari anggota Banggar lainnya, Dulnasir (Fraksi DEPAN).
“Kami apresiasi niat baik Pemda untuk melunasi utang ke desa. Tapi jangan sampai niat baik ini melanggar aturan dan justru jadi temuan BPK,” tegasnya.
Nada serupa disampaikan Jhon Kamal (Fraksi Golkar).
“Tujuan baik kalau caranya salah, hasilnya pasti salah. Kalau dibayar risikonya apa, kalau tidak dibayar risikonya apa?” tanyanya menekan.
Rapat yang dijadwalkan selesai pukul 16.00 WIB sempat tertunda karena interupsi Ricky Syamsul Fauzi (Fraksi Gerindra) yang mengingatkan batas waktu sidang. Namun pimpinan rapat menambah waktu 28 menit agar Sekda bisa menuntaskan jawabannya.
Dalam penjelasan akhirnya, Nina Herlina menyebut bahwa utang DBHP merupakan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) berdasarkan LHP 2017, dan sebagian sudah dilunasi pada tahun 2017–2018.
“Sisa pembayaran dari tahun 2016 hingga 2018 totalnya Rp19,7 miliar. Ini sudah tercatat resmi dalam neraca keuangan Pemda,” ujarnya.
Namun jawaban itu kembali dipertanyakan Dedi Juhari yang meminta dasar hukum pembayaran secara jelas.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”














