LOCUSONLINE, BANDUNG – Dinas Pendidikan Jawa Barat memastikan pelaksanaan Tes Kompetensi Akademik (TKA) berlangsung murni dan tanpa dosa digital. Pada hari kedua pelaksanaan di SMAN 8 Bandung, Selasa (4/11/2025), seluruh peserta dipastikan tidak membawa alat komunikasi ke ruang tes, seolah memasuki zona steril yang lebih disiplin daripada ruang rapat banyak instansi.
Wakil Kepala SMAN 8 Bandung, Neni Juniawati, menjelaskan bahwa peserta hanya boleh membawa tiga benda: kartu peserta, kartu log-in, dan pulpen. Sebagian siswa mungkin kaget melihat betapa sunyinya dunia tanpa ponsel, tetapi aturan harus ditegakkan.
Sekolah menyiapkan ruang sterilisasi bukan untuk virus, tetapi untuk memisahkan siswa dari gawainya.
“Handphone dikumpulkan per kelas dan disimpan di ruang panitia,” kata Neni. Sebuah pemandangan langka: tumpukan ponsel yang pasrah menunggu pemiliknya selesai ujian.
Selama dua hari pelaksanaan, Neni menyebut semuanya berjalan lancar dan kondusif. Tidak ada peserta yang tiba-tiba mencari sinyal atau panik karena tidak bisa scroll media sosial.
“Semua peserta hadir,” ujarnya, sebuah capaian yang kadang lebih sulit dicapai dibandingkan nilai rata-rata ujian.
Baca Juga : Kasus “Hajatan Maut” Pendopo Garut: Tamu Sudah Pulang, Hukum Masih Nongkrong di Gerbang
Sebanyak 427 siswa mengikuti TKA di SMAN 8 Bandung. Ruang-ruang kelas yang biasanya bising berubah tenang lebih tenang dari rata-rata suasana salat subuh.
Kepala Dinas Pendidikan Jabar, Purwanto, ikut meninjau lokasi. Ia memastikan perangkat ujian siap, pengawas hadir, dan soal terstandar. Semua berjalan sesuai SOP, meski SOP itu tidak menyebut cara mengatasi degup jantung siswa yang meningkat tanpa bantuan gawai sebagai pengalihan stres.
“Kalau layanan pembelajaran bagus, mereka pasti bisa menyelesaikan tes dengan baik,” kata Purwanto.
Pernyataan yang terdengar sederhana, meski kenyataannya layanan pembelajaran yang “bagus” sering menjadi bahan diskusi tahunan.
Pada akhirnya, TKA di Jawa Barat berlangsung tertib: tanpa gawai, tanpa keributan, tanpa drama. Sebuah keadaan yang, jika dipikir lagi, mungkin sebaiknya juga diterapkan di sebagian rapat birokrasi yang terlalu sering diganggu notifikasi grup.*****

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”














