Bisnis

Dari Nikel ke Kelapa: Morowels Memanggil “Si Naga” untuk Garap Kebun Nusantara

rakyatdemokrasi
×

Dari Nikel ke Kelapa: Morowels Memanggil “Si Naga” untuk Garap Kebun Nusantara

Sebarkan artikel ini
Dari Nikel ke Kelapa, Morowels Memanggil Si Naga untuk Garap Kebun Nusantara locusonline featured image

Investor China Gencar Bangun Pabrik Kelapa di Morowali, Nilai Rp 1,6 Triliun dan Target Serap 10.000 Pekerja

[locusonline.co, JAKARTA] – Gelombang investasi China di bumi Morowali, Sulawesi Tengah, kini tak hanya menerpa tambang dan smelter nikel. Geliat itu merambah ke sektor perkebunan, mengubah lahan hijau menjadi pusat industri hilir baru. Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM, Rosan Roeslani, secara resmi mengumumkan injeksi dana segar senilai Rp 1,6 triliun dari investor China untuk membangun pabrik pengolahan kelapa terintegrasi.

Proyek raksasa yang ditargetkan groundbreaking pada 2026 ini diklaim bakal menyerap 10.000 tenaga kerja lokal dan mengolah tidak kurang dari 500 juta butir kelapa setiap tahunnya, mengubah lanskap ekonomi regional secara dramatis.

tempat.co

Shift Strategis: Hilirisasi Merambah ke Sektor Agraris

Dalam rapat kerja intensif dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Selasa (2/12/2025), Rosan menegaskan komitmen pemerintah untuk memperluas cakupan hilirisasi.

“Hilirisasi tidak hanya berkonsentrasi di mineral, tapi juga di perkebunan, agrikultur, dan juga kelautan,” tegas Rosan, seperti dikutip dari pernyataan resmi. “Saya contohkan sedikit di bidang perkebunan, yaitu di kelapa, kita juga sudah mulai di kelapa, di daerah Morowali.”

Pengumuman ini menandai babak baru strategi ekonomi Indonesia, di mana Morowali—yang identik dengan industri baja dan nikel—kini juga diproyeksikan menjadi hub agro-industri berteknologi tinggi.

Investor Utama: Raksasa Pengolahan Kelapa dari Zhejiang

Motor penggerak investasi senilai USD 100 juta ini adalah Zhejiang FreeNow Food Co. Ltd, produsen turunan kelapa terbesar di China yang telah memiliki enam pabrik di negaranya. Perusahaan ini tidak datang sendirian, melainkan membentuk konsorsium strategis dengan mitra lokal Indonesia dan China lainnya.

“Sebelumnya mereka hanya membeli kelapa mentah dari Indonesia untuk diolah di China,” ujar Rosan, mengungkap strategi negosiasinya. “Saya melihat peluang. Dengan memproses di sini, biaya logistik yang besar bisa dihemat. Akhirnya mereka memutuskan berinvestasi langsung di sumber bahan baku.”

Logika efisiensi inilah yang menjadi daya tarik utama, mengubah Indonesia dari sekadar supplier mentah menjadi pusat produksi bernilai tambah tinggi.

Dampak Mega-Proyek: 10.000 Lapangan Kerja dan Transformasi Ekonomi Lokal

Angka yang diungkapkan Rosan bukan sekadar wacana. Proyek tiga fase ini memiliki dampak riil yang masif:

  • Penciptaan Lapangan Kerja Massal: Proyeksi penyerapan 10.000 pekerja akan menjadi stimulan ekonomi terbesar bagi masyarakat Morowali di luar sektor pertambangan.
  • Efisiensi dan Nilai Tambah: Dengan kapasitas olah 500 juta butir kelapa/tahun, pabrik ini akan menghentikan ekspor kelapa mentah secara besar-besaran, menggantinya dengan produk turunan seperti minyak kelapa murni (VCO), santan, desiccated coconut, dan arang tempurung yang nilai jualnya bisa berlipat ganda.
  • Target Waktu yang Ambisius: Fase pertama pembangunan ditargetkan tuntas pada akhir 2025, dengan operasi penuh direncanakan dimulai pada pertengahan 2026.

Analisis: Diversifikasi atau Konsentrasi Risiko?

Kehadiran pabrik kelapa raksasa ini di Morowali memantik dua pembacaan. Di satu sisi, ini adalah kabar baik tentang diversifikasi investasi dan pemerataan pembangunan di luar Jawa, yang mengikuti cetak biru hilirisasi komoditas agraris.

Namun, di sisi lain, penguatan dominasi China di kawasan strategis yang sama—setelah sebelumnya menguasai sektor mineral—memunculkan pertanyaan tentang konsentrasi ketergantungan ekonomi dan geopolitik. Keberhasilan proyek ini akan diuji pada pemenuhan komitmen transfer teknologi dan porsi pemanfaatan tenaga kerja ahli lokal, sebagaimana janji yang sering digaungkan dalam berbagai kerja sama sebelumnya.

Satu hal yang pasti: Morowali semakin kokoh sebagai magnet investasi, bukan saja untuk barang tambang, tetapi juga untuk kekayaan alam di atas permukaan tanahnya. Mata dunia kini tertuju, apakah kelapa akan menjadi “nikel baru” yang mengubah nasib petani dan perekonomian Indonesia timur. (**)

Tinggalkan Balasan

banner-amdk-tirta-intan_3_1
previous arrow
next arrow