[Locusonline.co, BANDUNG] Kota Bandung terancam krisis sampah pada semester pertama tahun 2026, dengan potensi penumpukan hingga 4.500 ton jika tidak ada aksi mitigasi signifikan. Di tengah ancaman tersebut, Komisi III DPRD Kota Bandung menggelar rapat kerja mendesak pada 24 Desember 2025. Pimpinan dan anggota komisi mengingatkan bahwa solusi parsial sudah tidak memadai dan menyerukan sinergi total seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk mengatasi persoalan yang mendesak ini.
“Persoalan sampah ini begitu krusial. Sampah hari ini tidak bisa dibuang semuanya dalam sehari,” tegas Ketua Komisi III, Agus Hermawan, dalam rapat yang juga dihadiri Tenaga Ahli DPRD dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung. Pernyataan ini merujuk pada kuota pembuangan ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sarimukti yang dibatasi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Peta Krisis: Kesenjangan 200 Ton Sampah dan Ancaman Tumpukan
Akar masalah berada pada ketidakseimbangan antara produksi dan kapasitas pengolahan. Kota Bandung menghasilkan sekitar 1.200 hingga 1.500 ton sampah per hari. Namun, Pemkot Bandung hanya mendapat alokasi pembuangan 980 – 981 ton per hari ke TPA Sarimukti. Di sisi lain, kemampuan pengolahan sampah mandiri di dalam kota saat ini hanya sekitar 300 – 350 ton per hari.
Kondisi ini menciptakan kesenjangan atau “gap” sekitar 200 ton sampah setiap harinya yang tidak tertangani. Kesenjangan harian ini berpotensi menumpuk secara eksponensial. Kepala DLH Kota Bandung, Darto, bahkan memproyeksikan jika tidak ada pengurangan timbulan sampah yang signifikan, Kota Bandung akan menghadapi gunungan sampah tidak terangkut sebesar 4.500 ton pada 5 April 2026. Anggota Komisi III, Aan Andi Purnama, sebelumnya telah mengkritik bahwa sistem “kumpul-angkut-buang” yang konvensional dan boros anggaran adalah biang keladi salah kelola ini.
“Ini sangat krusial… Ketika ada kebijakan yang kuotanya dikurangi ini akan menjadi masalah di Kota Bandung dan menjadi tumpukan sampah yang sangat luar biasa,”
— Agus Hermawan, Ketua Komisi III DPRD Kota Bandung.
Solusi dan Rencana Aksi: Dari Slogan Menuju Eksekusi Bersama
Menanggapi krisis, beberapa rencana strategis mulai digulirkan, meski kritik dan tantangan masih menyertainya. Analisis berikut membandingkan strategi dan catatan kritis untuk masing-masing pendekatan:Strategi yang Diusung Target & Rencana Catatan & Kritik dari Berbagai Pihak Perkuat Pengolahan di Sumber Penempatan 1.500 – 1.597 petugas pemilah di setiap RW. Sosialisasi pemilahan & konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Diperlukan perubahan perilaku massal. Proses sosialisasi membutuhkan waktu dan konsistensi. Ekspansi Teknologi Pengolahan Penambahan ~25 unit mesin pengolah sampah (termasuk insinerator) pada 2026. Mencakup alokasi anggaran tambahan Rp 96 miliar di luar anggaran eksisting. Insinerator kerap dikritik bukan solusi permanen dan berpotensi cemari udara jika tidak sesuai standar. Pengadaan insinerator sebelumnya juga sempat bermasalah secara hukum. Optimalisasi TPS & Bank Sampah Mengoptimalkan fungsi TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle) dan Bank Sampah. Membutuhkan infrastruktur dan manajemen yang baik di tingkat kelurahan. Perlu dukungan anggaran dan SDM memadai. Peran serta Seluruh OPD DLH sebagai “decision maker”, namun seluruh OPD wajib mempromosikan dan menyosialisasikan pengelolaan sampah di unit kerjanya masing-masing. Menuntut komitmen dan koordinasi yang solid lintas instansi, di luar tugas pokok mereka.
Desakan Kolaborasi: Sampah Bukan Hanya Urusan DLH
Inti dari seruan Komisi III adalah perlunya transformasi paradigma dalam penanganan sampah. Tenaga Ahli DPRD, Edi Siswadi, menekankan bahwa solusi seperti memperluas TPA hanya menunda krisis. Yang dibutuhkan adalah transformasi dari metode tradisional ke pengelolaan modern dengan prinsip ekonomi sirkular.
“Sebagai decision maker-nya adalah DLH, tetapi ini semua OPD bisa mempromosikan, bisa menyosialisasikan ke tingkat mitra-mitra ke bawahnya,” jelas Agus Hermawan. Seruan ini ingin menegaskan bahwa persoalan sampah adalah urusan lintas sektor. Dinas Pendidikan dapat menyisipkan materi lingkungan di kurikulum, Dinas Perdagangan dapat mengatur kemasan di pasar, dan Dinas PUPR dapat merancang infrastruktur yang mendukung pengurangan sampah.
Strategi ini juga selaras dengan arahan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang dalam evaluasi RAPBD Kota Bandung 2026 memberikan perhatian khusus pada kebersihan kota dan mendorong penambahan sarana serta prasarana pengelolaan sampah. Fokus pada penanganan sampah ini menjadi prioritas utama dalam rancangan anggaran tahun depan.
Tantangan Integritas dan Akuntabilitas Anggaran
Di balik rencana strategis dan anggaran besar, tantangan akuntabilitas mengemuka. Laporan dari sebuah LSM menyoroti dugaan ketidakmatangan perencanaan dan inkonsistensi dalam pengadaan insinerator sebelumnya, yang sempat dianggarkan miliaran rupiah tetapi kemudian dinyatakan bermasalah secara hukum. Isu ini menguatkan pentingnya pengawasan ketat, bukan hanya oleh DPRD, tetapi juga oleh masyarakat sipil.
KPK sendiri pernah menyoroti potensi kerawanan korupsi di lingkungan Pemkot Bandung, yang menambah daftar pekerjaan rumah dalam memastikan setiap rupiah anggaran untuk penanganan sampah digunakan secara efektif dan bebas dari penyimpangan. Dalam konteks ini, prinsip “merangkul banyak pihak” yang diserukan Komisi III juga harus mencakup keterbukaan informasi dan partisipasi publik dalam mengawal kebijakan dan anggaran.
Kesimpulan: Perlombaan Melawan Waktu
Kota Bandung sedang dalam perlombaan melawan waktu. Di satu sisi, ancaman tumpukan sampah ribuan ton pada April 2026 sudah terproyeksi dengan jelas. Di sisi lain, solusi yang diusung—mulai dari penambahan petugas, mesin pengolah, hingga gerakan kolaborasi OPD—masih memerlukan waktu untuk diimplementasikan dan menunjukkan hasil.
Kesuksesan upaya ini tidak hanya bergantung pada kesiapan Dinas Lingkungan Hidup, tetapi pada komitmen nyata seluruh jajaran pemerintah kota, serta partisipasi aktif masyarakat dalam mengurangi dan memilah sampah sejak dari sumbernya. Jika seruan kolaborasi ini hanya berhenti pada rapat dan wacana, maka Bandung benar-benar harus bersiap menghadapi darurat sampah yang lebih parah di tahun mendatang.
Temukan analisis mendalam mengenai dinamika pemerintahan dan tantangan kebijakan publik di Kota Bandung lainnya dalam artikel “Pembongkaran Teras Cihampelas: Antara Estetika Kota dan Warisan Masalah“ di LocusOnline.co. (**)













