“Saat itu ibu Widya meminta untuk diantar ke RS Santosa di Bandung menggunakan ambulans milik Desa Jatisari. Lalu saya sampaikan kalau mobil ambulans itu gratis karena milik aset desa artinya milik warga juga, tetapi untuk biaya lain seperti uang bensin dan uang lelah untuk supir itu ditanggung masyarakat yang menggunakannya,” katanya.
Tetapi, sambung Julianti, pihaknya merasa heran tatkala banyak kabar beredar bahwa pihak desa meminta biaya untuk supir dan bensin ambulans, padahal itu tidak benar.
“Mungkin akang paham. Di desa itu tidak menyediakan dana untuk biaya supir dan bensin, maka kita mengembalikan kepada masyarakat. Biasanya masyarakat ada yang ngasih ke supir itu bervariatif, ada 200, 250 atau 300.000, sesuai kemampuan warga itu sendiri. Itu yang saya sampaikan ke ibu Widya. Tetapi, kalau masyarakat yang benar-benar tidak memiliki biaya, maka kami pun akan berusaha untuk membantu,” ungkapnya.
Setelah pasien yang notabene warga Desa Jatisari menjalani operasi kedua kalinya itu, pihak desa pun mengintruksikan kepada RT dan RW di sekitar lokasi warga untuk kembali mengumpulkan bantuan seikhlasnya.
“Alhamdulillah warga pun banyak yang mau membantu secara sukarela. Tadi pagi pun kami telah berkunjung ke rumah Ibu Widya bersama Ibu Kades Jatisari, Kepala Puskesmas Karang Mulya dan Bidan Desa,” pungkasnya.
Pihak Desa Berusaha Membantu
Di tempat yang sama, Sekretaris Desa Jatisari, Rino Ariyono menegaskan, segala aktifitas desa dan penggunaan anggaran di desa disesuaikan dengan pengajuan dari masyarakat dan peraturan yang ada. Selain itu, ketika ada persoalan yang berkaitan dengan masyarakat, namun tidak masuk pada APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa), maka akan dilakukan musyawarah.

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues