Sementara YOF ditetapkan sebagai tersangka pada 11 September 2024l3 berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: R-2290/M.2.15/Fd.2/09/2023.
Kejari telah melakukan pemeriksaan terhadap 83 saksi terkait kasus tersebut. Para saksi itu di antaranya pihak perangkat desa, BPD, pihak Kecamatan Bayongbong, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, BPKAD, pihak Bank BJB, kader posyandu, ketua RT dan RW, keluarga penerima manfaat (KPM), Kantor KPPN, pelaksana kegiatan, pendamping desa, pengurus BUMDes Banjarsari, Kepala Bagian Hukum Kabupaten Garut, serta dua orang ahli auditor dan ahli regulasi kebijakan peraturan pemerintah.
Dia juga menjelaskan, tersangka diduga melakukan korupsi dengan modus tidak melaksanakan kegiatan sesuai dengan perencanaan kegiatan yang telah ditetapkan, serta penggelembungan harga (mark-up) belanja barang. Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp 784.382.063.
“Modusnya berupa mark up anggaran senilai Rp 1.367.306.000 sehingga mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp 784.382.063,” kata Jaya.
Usai menjalani pemeriksaan di Kejari Garut, tersangka kemudian dibawa ke Rutan Kelas IIB Garut untuk dilakukan penahanan. Penahanan itu dilakukan selama 20 hari, terhitung sejak 20 November hingga 9 Desember 2023.
Jaya mengatakan, tersangka akan dikenakan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*)
[irp]
[irp]
JANGAN LUPA IKUTI CHANEL YOUTUBE KAMI JUGA YA!

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues