Selain itu, Jujun menekankan, yang lebih utama adalah komitmen politiknya. Harus bisa mengingatkan warga dan phak desa serta kecamatan bahwa pengolahan sampah harus dilakukan secara gebyar dan menjadi gerakan masif, sehingga kepedulian bisa dirasakan oleh warga, RT dan RW, desa dan kecamatan. Semuanya jadi peduli.
“Karena, kalau mereka tidak peduli maka siapa lagi. Saya dapat pesan dari pemerintah Banyumas, dan sudah saya dapat rasakan langsung. Ketika Dinas LH melakukan upaya dan sosialisasi apapun, maka selama tidak didukung pihak kecamatan, kelurahan, desa, RW RT dan warga maka hasilnya akan percuma saja,” terangnya.
Bagaimana komitmen pihak desa kepada kepala daerah. Mana saja program prioritas. Selanjutnya DLH Kabupaten akan memberikan apresiasi kepada desa yang memiliki kepedulian.
“Kita berikan rangking dengan indikator hasil berkolaborasi dengan desa. Salah satunya adalah persampahan. Mana desa yang harus diapresiasi menurut kriteria yang spesifik tentang pengolahan sampah, serta jangan dikaitkan dengan hal lain agar fokus,” ungkapnya.
SKPD di Garut Wajib Terapkan Eco Office
Komitmen pengelolaan sampah ternyata tidak hanya ditekankan kepada warga masyarakat saja, inipun berlaku untuk semua perkantoran Pemkab Garut. Maka setiap SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) harus melaksanakan program Eco Officce, artinya perkantoran yang memiliki wawasan lingkungan. Penilaiannya itu dari sampahnya, vegetasi, ruang terbuka dan keberesihannya.
“Eco Office adalah program penerapan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan hidup dalam penyelenggaraan aktivitas perkantoran. Jadi, setiap SKPD wajib menerapkan program ini, khususnya pemilahan sampah,” pungkasnya. (Asep Ahmad)

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues