Jaya P. Sitompul menegaskan, penghentian penyidikan dugaan perkara tipikor terkait BOP dan Reses DPRD Garut periode 2014-2019 tersebut telah memenuhi syarat-syarat objektifitas sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 109 ayat (2) jo. Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP serta Putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015.
“Keputusan Kejaksaan Negeri Garut dalam penanganan perkara ini dimaksudkan untuk memenuhi asas kepastian hukum dan keadilan hukum baik bagi masyarakat pencari keadilan maupun bagi pihak-pihak terkait yang selama ini telah diperiksa dalam perkara ini,” katanya.
Namun demikian Kasi Intelijen menambahkan, bahwa tidak tertutup kemungkinan terhadap dugaan tindak pidana korupsi terkait BOP dan Reses DPRD Kabupaten Garut periode 2014-2019 tersebut dapat dilakukan penyidikan kembali sepanjang dikemudian hari ditemukan adanya alat bukti baru. “Apabila ada bukti baru bisa diproses lagi,” pungkasnya.
Layangkan Praperadilan
Terpisah, Asep Muhdin, SH., MH mengaku bahwa kantor hukumnya telah menerima surat kuasa dari beberapa masyarakat Garut terhadap terbitnya SP3 terkait penanganan kasus dugaan Tipikor BOP dan Reses, namun tidak untuk kasus Pokok Pikiran (Pokir) yang sama juga ditangani oleh Kejaksaan Negeri Garut.
“Kami masih melakukan telaahan, pendalaman dan mengumpulkan bukti-bukti yang akan dipergunakan nanti saat menyampaikan Praperadilan. Tentu bukti ini nantinya diharapkan agar Majelis Hakim dapat membatalkan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) nomor PRINT-1971/M.2.15/Fd.2/12/2023 tanggal 22 Desember 2023 dan memerintahkan Kejaksaan untuk melanjutkan penyidikan terhadap kasus ini,” katanya.

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues