Apdar menambahkan, apabila ditemukan adanya dugaan pemalsuan dokumen, dalam hal ini adalah dokumen suara seperti hasil perhitungan suara yang disahkan dan ditandatangani oleh para saksi, yaitu model C1, maka jelas itu pidana.
Selain bisa dijerat dengan Pasal 520 UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, juga bisa diterapkan Pasal 264 ayat (1) angka 1 KUHP yang menyebutkan “tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana Pasal 263 KUHP lebih berat ancaman hukumannya apabila surat yang dipalsukan tersebut adalah surat-surat otentik.
“Menurut Soesilo (filsuf hukum), surat otentik adalah surat yang dibuat menurut bentuk dan syarat-syarat yang ditetapkan undang-undang dan oleh pegawai umum seperti notaris,” pungkasnya. (asep ahmad)

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues