“Artinya langkah dan tindakan penyidik setelah terbitnya surat perintah penyidikan melanggar aturan, bahkan berpotensi mal adinistrasi. Lalu produk yang dihasilkannya harus diakui atau tidak. Kan seolah itu tidak ada produk, karena dihasilkan dari produk yang melanggar. Apalagi sekarang tiba-tiba diterbitkan SP3. Ini kan tanda tanya besar, terlalu politis,” ujarnya singkat.
Intinya, dalam penanganan dugaan tindak pidana korupsi dana Reses dan dana BOP DPRD tahun 2014-2019 ini, Kejaksaan wajib menerbitkan surat perintah penyidikan baru dan dilaksanakan sesuai tahapan prosedur.
“Coba kita baca dengan saksama, Pasal 19 ayat (1) Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-017/A/JA/07/2014 tentang Perubahan PER-039/A/JA/10/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus menyebutkan “dalam jangka waktu paling lama 30 hari sejak diterimanya Surat Perintah Penyidikan baik menyebut atau tidak menyebut nama tersangka, Tim Penyidikan berkewajiban menyampaikan Laporan perkembangan penyidikan I (Labangdik 1)/hasil penyidikan kepada Pimpinan melalui Pejabat Teknis setingkat di bawahnya,” papar Bakti.
Lalu, sambungnya, baca juga Pasal 422 ayat (1) yang menyebutkan “dalam surat perintah penyidikan yang tidak menyebut identitas tersangka, dalam waktu paling lama 30 hari sejak diterbitkannya surat perintah penyidikan, Kepala Kejaksaan Negeri atas usul tim penyidikan dan saran/pendapat Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus harus menemukan dan menetapkan tersangka,” beber Bakti sambil memperlihatkan aturan tersebut.

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues