Kasus tersebut berujung pada proses hukum setelah mahasiswi itu melaporkan Agus ke Polresta Mataram. Agus mempertanyakan logika yang dipakai untuk mentersangkakannya, mengingat kondisinya yang sulit untuk melakukan pemerkosaan.
“Sedih banget kayak mati semua-muanya, jadi tersangka, enggak bisa ke mana-mana,” kata Agus.
“Sebagaimana Bapak lihat, saya masih dimandikan dan dirawat oleh orang tua saya. Semua aktivitas seperti buang air besar dan kecil pun dibantu orang tua. Kok bisa saya dituduh memperkosa atau berhubungan secara paksa, bagaimana saya bukanya gitu,” papar Agus.
“Saya ingin bertemu dengan Presiden Prabowo untuk menunjukkan karya seni gamelan yang saya mainkan. Walaupun saya hanya bisa menggunakan jari-jari kaki saya, saya ingin membuat Presiden bangga dan mungkin bisa dikenal oleh dunia,” ujar dia.
Dirkrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarief Hidayat, menjelaskan bahwa Agus ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan keterangan lima saksi, termasuk dua saksi ahli, dan hasil visum korban yang menunjukkan adanya luka lecet akibat hubungan badan.
“Ini bisa disebabkan oleh alat kelamin atau yang lainnya, namun tidak ditemukan adanya luka robek lama atau baru di selaput dara,” bebernya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan psikologi, Agus dinyatakan terpengaruh minuman keras dan melakukan rudapaksa untuk balas dendam atas bullying yang diterimanya.
“Kondisi tersebut meningkat pada tindakan menyetubuhi,” imbuhnya.
Kombes Pol Syarief menyatakan bahwa Agus tidak ditahan karena kooperatif menjalani pemeriksaan. Ia dijerat Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dengan ancaman 12 tahun penjara atau denda Rp 300 juta.
