Apalagi kasus dugaan korupsi BOP dan Reses DPRD Garut tahun 2014-2019 ini, Bakti menilai kerugiannya fantastic mencapai Rp. 180 Milyar, diantaranya kerugian dari kegiatan Reses Rp. 40 Milyar dan kerugian dari BOP pimpinan DPRD Garut mencapai Rp. 140 Milyar. Pernyatan itu bukan keluar dari orang lain melainkan dari penyidik Kejaksaan Negeri Garut, sebut Bakti.
GLMPK telah berkoordinasi dan akan menunjuk kuasa hukum untuk mengajukan gugatan Praperadilan, sebagaimana dirinya dan tim pernah mengajukan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Garut dengan perkara nomor : 1/Pid.Pra/2024/PN Grt.
Terpisah, Asep Muhidin, SH., MH, saat dihubungi melalui sambungan seluler membenarkan bahwa perkara nomor : 1/Pid.Pra/2024/PN Grt telah diputus, dan kantor hukumnya yang mengajukan gugatan Praperadilan.
“Jadi dulu kami diberi kuasa dari beberapa masyarakat Garut untuk mengajukan Praperadilan atas penghentian penyidikan. Namun Hakim mempertimbangkan bahwa pengaju atau pemberi kuasa adalah Masyarakat, bukan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau organisasi kemasyarakatan sehingga para pemohon tidak dapat dikategorikan sebagai pemohon yang mempunyai kapasitas dalam mengajukan permohonan praperadilan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi. Itu pertimbangan Majelis Hakim sehingga tidak diterima dan belum memeriksa pokok perkara,” jelas Asep.
Namun sambung Asep, dari persidangan Praperadilan itu, diketahui adanya kerugian yang sangat fantastic. Kerugian itu diakui dan disebutkan oleh Jaksa bidang Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Garut Cik Muhamad Syahrul, SH, saat bersaksi dibawah sumpah. Cik Muhamad Sahrul menjelaskan bahwa terhadap kasus Reses dan BOP Pimpinan DPRD terdapat kerugian.
