LOCUSONLINE, RAJA AMPAT – Sejumlah aktivis lingkungan dan pakar hukum mendesak aparat penegak hukum dan Kementerian Lingkungan Hidup untuk turut mengusut dugaan pelanggaran pidana oleh PT Gag Nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Desakan itu muncul setelah pemerintah hanya mencabut izin usaha pertambangan (IUP) empat dari lima perusahaan tambang nikel yang beroperasi di wilayah kepulauan tersebut. Sabtu, 14 Juni 2025
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai seluruh perusahaan yang menambang di pulau-pulau kecil, termasuk PT Gag Nikel, melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Perlindungan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (UU PWP3K), khususnya Pasal 35 yang melarang penambangan di wilayah yang berisiko merusak lingkungan. “Jika merujuk pada regulasi yang berlaku, aktivitas tambang di pulau kecil seharusnya tidak dibenarkan,” kata Manajer Kampanye Hukum dan Pembelaan Walhi, Teo Reffelsen, Kamis (12/6/2025).
Kelima perusahaan yang mengantongi konsesi tambang di kawasan Raja Ampat itu adalah PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, dan PT Gag Nikel. Pemerintah baru mencabut izin empat perusahaan, sementara PT Gag Nikel tetap diizinkan beroperasi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa PT Gag Nikel tidak terbukti melakukan pelanggaran, baik dari sisi lingkungan maupun perizinan. Ia menegaskan bahwa perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh PT Aneka Tambang (Antam) itu telah mengantongi dokumen amdal dan mengikuti ketentuan pengelolaan limbah. “Sesuai dengan arahan Presiden, aktivitasnya tetap kami awasi. Sampai saat ini, tidak ditemukan pelanggaran,” ujar Bahlil di Jakarta, Selasa (10/6).
