“Pembagian kuota tambahan itu tidak memiliki dasar hukum. Itu bertentangan dengan Pasal 64 UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah karena melampaui batas delapan persen dari total kuota,” ungkap Wisnu pada Sabtu, 14 September 2024.
Pansus Haji juga menemukan indikasi penyimpangan dalam Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat). Data keberangkatan jamaah diduga dimanipulasi, menyebabkan adanya perubahan jadwal secara tidak semestinya.
“Ada jamaah yang keberangkatannya dipercepat atau justru ditunda tanpa alasan jelas. Ini memunculkan kecurigaan akan adanya transaksi di luar prosedur resmi,” ujar Wisnu.
Ia juga mengungkap dugaan praktik jual beli kuota haji khusus secara ilegal. Beberapa jamaah mengaku harus membayar biaya yang setara dengan jalur furoda, yakni sekitar Rp300 juta, untuk bisa berangkat lebih cepat.
Sejumlah kelompok masyarakat dan Aliansi Mahasiswa dan Pemuda untuk Keadilan Rakyat (Amalan Rakyat) telah melaporkan dugaan keterlibatan Yaqut Cholil Qoumas dalam kasus ini ke KPK. Laporan tersebut memperkuat posisi mantan Menteri Agama itu sebagai salah satu pihak yang mungkin dipanggil dalam proses penyelidikan.
Sejak 10 September 2024, KPK sudah menyatakan kesiapannya menyelidiki dugaan gratifikasi terkait kuota haji khusus dalam pelaksanaan ibadah haji tahun 2024. Sejumlah pihak juga telah dipanggil untuk dimintai keterangan.
Langkah ini, menurut KPK, merupakan bagian dari upaya mendorong transparansi dan keadilan dalam pelayanan ibadah haji, serta memastikan Kementerian Agama bebas dari praktik korupsi. (BAAS)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”