Pernyataan resmi Polri sebelumnya menyebutkan bahwa hasil penyelidikan menunjukkan bahwa ijazah Jokowi — baik dari SMAN 6 Surakarta maupun Fakultas Kehutanan UGM — adalah sah dan tidak ditemukan pemalsuan. Polisi bahkan menyatakan tidak ada unsur tindak pidana, dan menghentikan penyelidikan.
Polri juga telah memeriksa 39 saksi dari berbagai latar belakang, termasuk pihak universitas, mantan guru, hingga teman seangkatan Jokowi. Selain itu, dokumen-dokumen pendidikan milik Presiden turut diperiksa secara forensik di laboratorium kepolisian.
Namun, TPUA menilai langkah itu belum menjawab berbagai kejanggalan yang mereka soroti, terutama terkait jejak digital, kesaksian alumni, serta sejumlah dokumen pembanding yang dinilai tidak sinkron.
Manuver Politik atau Pencarian Kebenaran?
Desakan TPUA untuk membuka kembali penyelidikan mendapat tanggapan beragam di publik. Sebagian menilai langkah itu sebagai upaya pengawalan transparansi hukum di negeri ini. Namun, tak sedikit pula yang mencium aroma politis, mengingat suhu politik nasional tengah memanas menjelang agenda-agenda besar kenegaraan.
Apalagi, gelombang kritik juga mulai mengarah ke keluarga Presiden, terutama menyusul keterlibatan Gibran Rakabuming Raka dalam kontestasi nasional. Forum Purnawirawan TNI bahkan sempat mengusulkan opsi pemakzulan terhadap Gibran, sebuah sinyal bahwa tekanan terhadap lingkaran Jokowi terus menguat.
Meski demikian, publik masih menunggu, apakah gelar perkara 9 Juli mendatang akan menjadi ajang klarifikasi yang objektif atau sekadar formalitas hukum untuk menutup kembali kasus yang kontroversial ini.
