Alih-alih merumuskan solusi sistemik untuk membenahi tata kelola desa, Syakur lebih banyak menekankan pentingnya mempercantik hasil proyek dan meningkatkan partisipasi warga. “Sing alus, sing awet, sing melibatkan masyarakat,” pesannya, yang terdengar seperti jargon kontraktor ketimbang kepala daerah.
Meski sempat menyentuh soal esensi pelayanan publik, momen ini lebih terasa sebagai panggung klarifikasi dan positioning politik di tengah tekanan publik yang semakin melek audit digital. Di era di mana TikTok bisa lebih tajam dari Inspektorat, akuntabilitas desa tak lagi cukup dengan rakor—apalagi jika isinya masih berkutat di “janji-janji politik”. (Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”