Bupati Garut, Abdusy Syakur Amin, dalam upaya penenangan publik, menjanjikan semua biaya perawatan korban ditanggung pemerintah daerah. Ia menyebut penyebab tragedi adalah desakan massa akibat “antusiasme tinggi” untuk makan gratis. “Banyak anak kecil dan orang tua, terinjak-injak karena kekurangan oksigen,” katanya.
Sebagai langkah penyesalan simbolik, sisa rangkaian pesta akhirnya dibatalkan. Tapi pertanyaannya, apakah pembatalan ini cukup untuk menebus nyawa Vania Aprilia (8), Dewi Jubaedah (61), dan Bripka Cecep Saeful Bahri (39)? Ataukah kisah ini hanya akan menjadi satu lagi catatan bahwa dalam pesta kekuasaan, nyawa rakyat hanyalah statistik?
Hajat pejabat telah usai, duka rakyat masih membekas. Mungkin ini saatnya kita bertanya: siapa sesungguhnya yang dirayakan dalam pesta-pesta megah seperti ini—dan siapa yang dikorbankan? (Bhegin)
