“Insyaallah sudah ada penggantinya,” tegasnya, seolah sistem pendidikan kita adalah mesin printer tiga dimensi: tinggal tekan, langsung jadi guru.
Program Sekolah Rakyat sendiri dirancang sangat mulia. Anak-anak dari Desil 1 dan 2 (alias keluarga paling rawan miskin) dikumpulkan dalam sistem pendidikan berasrama dengan pengasuhan penuh dan penguatan karakter. Sebuah mimpi besar untuk memutus rantai kemiskinan. Tapi sayangnya, rantai logistik dan penempatan guru belum ikut terputus.
Ironisnya, dalam kegembiraan menyambut pembangunan tugu-tugu simbolis dan santap malam seremonial, realitas di lapangan menunjukkan: guru sebagai tulang punggung pendidikan malah patah lebih dulu karena urusan ongkos dan jarak.
Sekolah boleh rakyat, tapi sistemnya kadang lupa: rakyat itu butuh makan, pulang, dan sesekali bertemu anak sendiri.(Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”