“Saat uang rakyat dikelola dengan semangat ugal-ugalan, rakyatlah yang paling mungkin dirugikan. Semoga daftar ini tak bertambah panjang, dan kecamatan-kecamatan yang lain tak ikut-ikutan mengikuti jejak belanja tanpa tanggung jawab. Karena dalam demokrasi, bukan hanya pemilu yang butuh pengawasan, belanja juga”
LOCUSONLINE, GARUT — Ada banyak cara untuk mengelola uang negara, dan 13 kecamatan di Kabupaten Garut tampaknya memilih cara yang paling inovatif: fiktifkan laporan, plesir tanpa jejak, dan bangun proyek yang hanya selesai di atas kertas. Sayangnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tak sejenaka itu. Laporan mereka untuk tahun anggaran 2024 menemukan ketidaksesuaian penggunaan dana hingga Rp2,1 miliar. Sebuah angka yang cukup untuk membangun kepercayaan, atau justru menghancurkannya. Selasa 28 Juli 2025
Kecamatan Limbangan keluar sebagai juara umum, menyumbang kekurangan pengembalian sebesar Rp345 juta lebih mungkin sebagai bentuk dedikasi terhadap seni administrasi gaya bebas. Sementara Kecamatan Peundeuy, meski menyumbang paling sedikit, tetap layak diberi tepuk tangan karena bahkan Rp93 juta pun bisa hilang tanpa jejak yang sah.
Sekretaris Daerah Garut, Nurdin Yana, mengingatkan dengan nada kebapakan namun berselimut ancaman administratif, “Target pengembalian sampai Agustus 2025. Kalau tidak, ya pasti ada sanksinya.” Sebuah pernyataan yang terdengar seperti ajakan halus sebelum palu hukum dijatuhkan.
Baca Juga : Kado HUT RI: 22 Kepala Desa Bersatu dalam Patungan, Jaksa Datang Bawa Mobil Tahanan
RUU KUHAP: Opera Reformasi Hukum di Panggung yang Tak Pernah Selesai
Dari 13 kecamatan, baru empat yang sadar bahwa uang negara bukan milik pribadi. Sisanya masih sibuk mencari nota, atau mungkin sedang menyusun naskah drama pertanggungjawaban.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”