“Kalau pengusaha bus sampai demo karena larangan study tour, itu justru mengkonfirmasi bahwa ini semua bukan kegiatan akademik, tapi industri jalan-jalan. Dan sekolah ikut jadi makelar,” lanjutnya tanpa basa-basi.
Dedi juga mengimbau agar masyarakat tidak tertipu dengan istilah. “Kalau memang piknik, ya bilang piknik. Bawa bekal, tikar, foto-foto di taman itu sah. Tapi jangan diberi label penguatan kurikulum berbasis lapangan.”
Ia menyindir kepala daerah yang masih memberi izin kegiatan siswa ke luar kota, “Kalau Wali Kota Bandung bilang itu piknik, ya monggo. Tapi jangan dicampur aduk dengan pelajaran. Dan sekolah jangan terlibat, karena tugas sekolah bukan jadi panitia rekreasi.
Jadi, untuk kepala sekolah yang lebih hafal itinerary daripada kurikulum, mungkin sudah waktunya kembali ke papan tulis sebelum tiket bus jadi tiket keluar dari jabatan.(Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”