“Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ternyata punya logika unik: hibah pesantren dipangkas dari ratusan miliar jadi tinggal recehan, sementara dana operasional pribadinya justru melesat ke angka Rp21 miliar. Ironinya, rakyat disuruh maklum karena semua katanya demi “kepentingan masyarakat.”
LOCUSONLINE, BANDUNG – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tampaknya sedang rajin mengasah gunting APBD. Satu per satu pos anggaran dipangkas: mulai dari perjalanan dinas yang diseret turun separuh, sampai dana hibah pesantren yang dulu melimpah kini tinggal remah-remah Rp9,25 miliar.
Namun di balik semangat hemat itu, ada satu pos yang justru tumbuh subur: biaya operasional sang gubernur, alias “sangu Bapak Aing”, yang tembus Rp21 miliar. Kalau ditambah gaji dan tunjangan, total take-home pay pejabat nomor satu di Jabar itu mencapai Rp33 miliar setahun.
“Gaji saya mah cuma Rp8,1 juta per bulan,” kata Dedi dengan rendah hati dalam unggahan Instagramnya. Rendah hati, tapi tetap tinggi nilainya ketika ditambahkan fasilitas plus dana operasional.
Baca Juga : Dedi Mulyadi : Kalau Masih Miskin, Silakan Tanya ke Bupati, Bukan ke Gubernur !
Ironisnya, alasan pemangkasan dana hibah pesantren adalah karena “selama ini hanya itu-itu saja yang dapat bantuan”. Sementara alasan mempertahankan Rp21 miliar operasional pribadi adalah demi rakyat. “Kalau dana operasional dihapus, yang rugi masyarakat. Saya mah santai saja,” ujarnya.
Jadi, di Jawa Barat versi Dedi, pesantren bisa berhemat, rakyat diminta maklum, tapi gubernur tetap harus siap sedia dengan dana miliaran katanya untuk “kejadian tak terduga”. Sayangnya, yang tak terduga justru fakta bahwa efisiensi bisa bikin satu kantong semakin tebal sementara banyak kantong lain semakin tipis.(Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”