“Gerakan “Sapoe Sarebu” sejatinya mengajarkan arti solidaritas. Namun di balik jargon silih asah, silih asih, silih asuh… terselip tanya lirih masyarakat: “Silih siapa sebenarnya yang harus asuh siapa?”
LOCUSONLNE, BANDUNG – Pemerintah Provinsi Jawa Barat kembali meluncurkan program kreatif bertajuk “Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu)”, yang secara harfiah berarti gerakan bersama menyumbang Rp1.000 per hari. Sasarannya: aparatur sipil negara (ASN), siswa sekolah, hingga masyarakat umum. Tujuannya mulia meningkatkan kesetiakawanan sosial. Tapi, tak semua warga menyambutnya dengan tepuk tangan.
Salah satu warga Kota Bandung, Rivaldi (23), justru merasa gerakan ini terdengar seperti lelucon fiskal.
“Menurut saya tidak etis, karena seharusnya kewajiban membantu masyarakat tidak mampu adalah pemerintah. Ini malah minta dari masyarakat lagi. Jadi seperti uang masyarakat, diputar lewat pemerintah, lalu dikembalikan ke masyarakat,” ujarnya, Sabtu (4/10/2025), dengan nada heran yang tak bisa disembunyikan.
Rivaldi menambahkan, masyarakat sudah dibebani pajak, pungutan, dan sumbangan kanan-kiri yang jumlahnya kadang lebih rutin dari gaji bulanan. “Sekarang tambah lagi urunan Rp1.000. Kalau saya sih keberatan. Harusnya dikaji ulang,” tegasnya.
Program ini lahir lewat Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi Nomor 149/PMD.03.04/KESRA, tertanggal 1 Oktober 2025. Surat tersebut menyebar ke bupati, wali kota, dan kantor Kemenag se-Jabar, mengimbau ASN, pelajar, dan masyarakat ikut berpartisipasi dalam donasi publik bergaya lokal: gotong royong rasa “donasi wajib tak tertulis.”
APBDP Jabar 2025 Naik Drastis: Infrastruktur Diguyur Triliunan, Kesehatan Ikut Kebagian Sisa Kuah
Dalam surat tersebut, Pemprov Jabar merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Intinya: masyarakat diminta ikut berperan aktif melalui kesetiakawanan sosial dan nilai luhur budaya bangsa.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”