“Setiap dapur harus memiliki tiga tokoh utama: kepala dapur, akuntan, dan ahli gizi. “Bukan hanya juru masak yang tahu resep, tapi juga juru hitung yang tahu kemana uangnya mengalir.”
LOCUSONLINE, JAKARTA – Pemerintah tengah menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang tata kelola program Makan Bergizi Gratis (MBG). Rencananya, aturan ini akan menjadi panduan nasional agar anak-anak Indonesia makan sehat, bukan malah masuk IGD.
Namun, kabar penerbitan Perpres ini datang di tengah maraknya kasus keracunan MBG di berbagai daerah. Ironisnya, program yang digadang-gadang meningkatkan gizi generasi emas justru memunculkan “generasi mencret serentak”.
Ketua DPR RI Puan Maharani mendukung langkah Presiden Prabowo Subianto, tapi dengan nada waspada. “Karena ini untuk anak-anak, tentu harus dievaluasi total,” katanya, sambil mengingatkan bahwa program gizi bukan eksperimen rasa.
Sumber internal DPR bahkan berbisik, beberapa anggota dewan berharap evaluasi mencakup “menu politik” juga supaya anggaran tidak selalu disajikan hangat di meja rapat saja.
Wakil Ketua Komisi IX Yahya Zaini menilai perpres harus tegas mengatur investigasi dan sanksi bagi pelanggaran SOP. Menurutnya, banyak kasus keracunan terjadi karena “pengawasan tidak jalan dan SOP hanya jadi dekorasi PowerPoint”.
“Kalau namanya Non Tunai, ya jangan Tunai. Kalau namanya makanan bergizi, ya jangan bikin anak keracunan,” ujarnya, menyindir tumpang tindih aturan yang lebih rumit dari resep rendang.
Ia juga menyoroti lemahnya fungsi ahli gizi di lapangan. “Kalau ahli gizi berfungsi dengan baik, anak-anak tidak akan keracunan. Tapi banyak yang malah sibuk isi laporan administrasi,” tambahnya getir.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”