Sekdisdik Jabar, Deden Saepul Hidayat, menegaskan bahwa TKA bukan penentu kelulusan.
“Hasilnya bukan untuk menilai siapa yang lulus atau tidak, tapi memetakan mutu pembelajaran dan membantu siswa bersiap ke jenjang berikutnya. Nilai ini akan memvalidasi capaian akademik di rapor,” jelasnya.
Bagi siswa yang berhalangan, disiapkan gelombang susulan termasuk bagi mereka yang sedang PKL di luar kota atau bertanding di Popnas XVII Jakarta.
“Kita ingin semua siswa terlayani, tidak ada yang tertinggal dalam data nasional,” tambahnya.
Di SMKN 2 Bandung, 644 siswa mengikuti ujian dalam tiga sesi dan dua gelombang. Kepala sekolah Hasan Iskandar menyebut hari pertama berjalan mulus.
“Pak Wamen memberi motivasi langsung. Itu suntikan semangat yang berharga,” ujarnya.
Sementara di SMAN 20 Bandung, M. Fadil Abdul Aziz, siswa kelas XII, menyelipkan refleksi kecil.
“Kami setuju, TKA ini bukan menakutkan. Justru ngetes kemampuan kami biar tahu di mana harus belajar lebih. Cuma, ya, agak repot sedikit karena barengan sama persiapan kuliah dan ujian praktik,” katanya sambil tertawa kecil.
Di tengah rutinitas ujian dan laporan nilai, TKA seolah memberi arah baru: bahwa pendidikan tak hanya soal angka, tapi juga keberanian memahami diri sendiri. Dan hari itu di Bandung, semangat itu terasa nyata sederhana, tapi tulus, seperti mimpi setiap guru yang percaya pada masa depan murid-muridnya.*****

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”














