LOCUSONLINE, GARUT – Di layar Zoom yang menampilkan ratusan wajah pejabat daerah, Wakil Bupati Garut Putri Karlina tampak serius. Suaranya tegas tapi berirama santai. Ia tahu betul tantangan birokrasi di era digital bukan lagi sekadar tumpukan dokumen atau laporan tahunan melainkan transparansi yang diuji di ruang publik tanpa batas.
“Sekarang semua orang bisa jadi jurnalis,” katanya membuka sosialisasi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) serta Penyusunan Daftar Informasi yang Dikecualikan, Rabu (12/11/2025).
Lalu ia menatap kamera. “Pertanyaannya, sudah seberapa terbuka kita?”
Pertanyaan itu menggantung di udara daring yang diikuti lebih dari 500 peserta: sekretaris perangkat daerah, kepala sekolah, camat, hingga kepala desa. Di layar, sebagian menunduk mencatat, sebagian lagi tampak sibuk menyalakan mikrofon yang mute. Tapi pesan Putri jelas: transparansi bukan urusan atasan saja.
“Percuma kalau yang kerja cuma Bupati dan Wakil Bupati,” ujarnya lugas. “Kalau empat belas ribu ASN tidak ikut bergerak, semua inovasi cuma berhenti di spanduk dan slogan.”
Putri tak sedang berpidato biasa. Ia sedang menegur halus dan sedikit menyentil budaya birokrasi lama yang enggan terbuka. Ia mengingatkan agar semua instansi aktif mengelola media sosial resmi dan merespons cepat pengaduan publik, termasuk melalui aplikasi Garut Hebat.
“Media pribadi boleh aktif, tapi akun dinas juga harus hidup. Warga berhak tahu apa yang pemerintah kerjakan,” tambahnya.
Di sisi lain, Sekretaris Daerah Garut, Nurdin Yana, mengakui tantangan yang dihadapi daerahnya.
“Garut ini termasuk yang paling sering bersengketa di Komisi Informasi Jawa Barat,” ujarnya tanpa basa-basi. Bukan semata karena banyak aduan, tapi karena masyarakat Garut, katanya, “lebih peka dibanding daerah lain.”

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”














