“Apakah sawah produktif tetap jadi lumbung padi, atau sebentar lagi berubah jadi lumbung pabrik? Yang jelas, kalau janji DPRD dan dinas kali ini hanya berakhir di meja rapat, rakyat Garut bisa saja bersatu dalam “olahraga” baru: lari marathon mengejar keadilan yang kabur.”
LOCUSONLINE, GARUT – Sawah produktif di Limbangan dan Cibatu yang selama ini jadi sumber nasi warga, nyaris saja berubah jadi sumber debu industri. Untungnya, Gerbang Literasi Masyarakat Perjuangkan Keadilan (GLMPK) keburu mengetuk pintu DPRD Garut. Hasilnya melahirkan janji manis: dinas teknis tak bakal sembarangan mengeluarkan izin atau rekomendasi industri sebelum dibahas tuntas.
Audiensi panas dengan Komisi II, GLMPK bertemu dengan Kepala dari Dinas PUPR, Bappeda, Dinas Pertanian dan Disperindagpas ESDM, masalahnya, saat diminta menunjukan dasar kajian kenapa sawah subur tiba-tiba sah jadi kawasan industri, dinas terkait kompak kena amnesia. Disperindagpas ESDM hanya menghadirkan salah satu staf tanpa membawa satu lembarpun dokumen untuk dibahas, seakan audiensi ini agenda mendadak kayak undangan nikahan mantan.
Kuasa hukum GLMPK, Asep Muhidin, sampai geregetan. “Produk penetapan sah secara hukum, tapi kalau caranya diperkosa begini, jangan salahkan kalau rakyat ngamuk,” semprot Asep di forum, Selasa (9/9/2025). Ia menuntut DPRD dan dinas teknis berani meninjau ulang dan menahan diri, jangan sampai izin meluncur seenaknya ke kantong perusahaan.
Baca Juga : Pabrik Sepatu Limbangan di Atas LP2B, Pejabatnya Melangkah di Atas Hukum
Sekretaris GLMPK, Ridwan, menambahkan sindiran lebih pedas. Katanya, Pemda Garut punya penyakit klasik: galak ke rakyat kecil, loyo di depan perusahaan besar. Ia menyinggung kasus wisata Salegar di Sukawening yang berdiri gagah di lahan pertanian basah, meski aturan jelas melarang. “Sebagus apapun peraturan, kalau cuma jadi pajangan binder, percuma!” ujarnya.