News

Merespons Polemik Bandara IMIP, Luhut Bongkar Dokumen dan Strategi Negosiasi “Ketat” dengan China

rakyatdemokrasi
×

Merespons Polemik Bandara IMIP, Luhut Bongkar Dokumen dan Strategi Negosiasi “Ketat” dengan China

Sebarkan artikel ini
Merespons Polemik Bandara IMIP, Luhut Bongkar Dokumen dan Strategi Negosiasi Ketat dengan China locusonline featured image

[locusonline.co, JAKARTA] – Polemik Bandara Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) memicu badai kontroversi, mendorong salah satu arsitek utamanya untuk membuka lembaran sejarah negosiasi yang selama ini terselubung. Luhut Binsar Pandjaitan, sang heavyweight di balik mega-proyek hilirisasi nikel, akhirnya membuka catatan rapat dan menelanjangi kontrak yang menjadi landasan kolaborasi Indonesia dengan raksasa teknologi China.

Dalam sebuah pernyataan tertulis yang bernada defensif sekaligus penuh keyakinan pada Senin (1/12/2025), mantan Menko Marves ini menguraikan kronologi dan—yang paling penting—empat pilar deal breaker yang ia klaim sebagai “tameng kedaulatan” dalam setiap negosiasi dengan investor Negeri Tiangkok.

tempat.co

Kronologi Kilat: Dari Pemikiran SBY hingga Persetujuan Jokowi yang Hanya Sebulan

Luhut menegaskan, cita-cita hilirisasi di Morowali bukanlah skema dadakan. Ia merunut akarnya hingga ke era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang kemudian baru bisa diwujudkan dan diresmikan pada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, jalan menuju realisasi itu penuh duri.

“Mencari investor yang mau menggarap hilirisasi saat itu tidak mudah,” aku Luhut. Setelah pemetaan global mendalam terhadap kesiapan investasi, pasar, dan teknologi, pilihan akhirnya terjatuh pada China. “Hanya China yang saat itu siap dan mampu,” tegasnya.

Dengan restu Presiden Jokowi, Luhut terbang untuk menemui Perdana Menteri Li Qiang. Hasilnya? Sebuah proposal yang disetujui Jokowi hanya dalam waktu satu bulan—sebuah kecepatan yang luar biasa untuk proyek strategis nasional.

Amerika Serikat tidak memiliki teknologi ini,” tandas Luhut, mengutip sebuah pengakuan yang ia klaim datang langsung dari Elon Musk dalam sebuah pertemuan. “AS tertinggal cukup signifikan dari Tiongkok.

“Empat Komando” Luhut di Meja Negosiasi: Klaim Pengaman Kepentingan Nasional

Di tengah sorotan publik yang skeptis, Luhut membeberkan seperangkat ketentuan wajib yang ia pasang sebagai syarat mutlak. Klausul-klausul inilah yang, menurutnya, menjamin manfaat maksimal bagi Indonesia.

  1. Teknologi Terbaik, Bukan Kelas Dua. Investor wajib menggunakan teknologi ramah lingkungan terbaik. “Tidak diperkenankan membawa teknologi kelas dua,” tegasnya. Standar lingkungan Indonesia disebut harus dipatuhi secara ketat.
  2. Tenaga Kerja Lokal adalah Harga Mati. Prinsip utama adalah pemanfaatan maksimal tenaga kerja Indonesia. Luhut mengakui keterbatasan tenaga ahli di wilayah Timur Indonesia, tetapi menekankan hal itu harus diisi dengan program pendampingan dan pelatihan, bukan impor massal.
  3. Integrasi Hulu-Hilir, Bukan Ekspor Mentah. Setiap investasi harus membangun rantai industri lengkap. Visinya jelas: mengubah Indonesia dari “pemasok bahan mentah” menjadi “negara industri yang berdaya saing.” Ia bangga menyatakan Indonesia kini memiliki ekosistem baterai lithium terkomplit ketiga di dunia setelah China dan Korea Selatan.
  4. Transfer Teknologi yang Disetujui Langsung oleh Pimpinan China. Ini poin kunci. Luhut mengklaim telah menegaskan dan mendapat persetujuan langsung dari PM Li Qiang, Menteri Perdagangan, dan Menteri Luar Negeri China soal kewajiban transfer teknologi dan capacity building untuk SDM Indonesia.

Narasi Pembelaan di Tengah Badai Kontroversi

Pernyataan lengkap Luhut ini hadir sebagai respons balik atas gelombang kritik dan pertanyaan yang membanjiri pemberitaan mengenai status dan fungsi Bandara IMIP. Ia berusaha mengalihkan narasi dari polemik bandara menuju gambaran besar hilirisasi yang penuh perhitungan.

Pertanyaan kritis kini beralih pada sejauh mana keempat “tameng” kertas tersebut diimplementasikan di lapangan, dan apakah klaim “teknologi terbaik” serta “transfer teknologi” itu sebanding dengan skala penguasaan dan pengaruh China di jantung industri strategis Indonesia. Debat antara sovereignty dan practicality di Morowali dipastikan masih akan panjang. (**)

Tinggalkan Balasan

banner-amdk-tirta-intan_3_1
previous arrow
next arrow