“Disini Jaksa sebagai dominus litis seharusnya mampu memberikan kepastian hukum, karena telah sangat tegas dan jelas ada yang mengaturnya,” tuturnya.
Selain itu, berdasarkan Pasal 106 Undang-undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan “Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan”.
“Artinya sangatlah jelas, Jaksa di Kejari Garut yang merupakan penyidik bahkan sebagai dominus litis (pengendali perkara) harus mampu dan bisa memberikan kepastian hukum bagi semua orang, baik masyarakat maupun terperiksa atau calon tersangka yang dianggap memenuhi kualifikasi untuk disidangkan,” tegasnya.
MPK berharap, Kejaksaan Negeri Garut dan seluruh Jaksa mempedomani dan menerapkan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-017/A/JA/07/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-039/A/JA/10/2010 tentang Tata Kelola Administrasi Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus, yang sangat jelas merupakan SOP penanganan perkara khusus (Tipikor).
“Padahal Kejaksaan Negeri Garut telah memeriksa sekitar 500 orang saksi, menemukan adanya kerugian sekitar Rp. 1,2 Milyar dan telah melakukan penggeledahan di Gedung DPRD Garut. Namun sampai saat ini, hasil penggeledahan dan keterangan dari banyaknya saksi belum memberikan angin segar kepada warga Garut yang menunggu dengan tanpa kepastian dari Penegak Hukum Kejaksaan, maka dari itu warga Garut meminta Jaksa Agung mengambil sikap tegas dan langkah kongkrit terhadap perkara dugaan korupsi BOP, Reses Pokir DPRD Garut, agar tidak adanya oknum yang bermain dalam perkara ini, seperti kejadian oknum Kepala Kejaksaan Bondowoso dan Kasi Pidsus beserta stafnya yang menerima suap dari penanganan perkara korupsi,” imbuhnya.