LOCUSONLINE – Dinas Kesehatan Kabupaten Garut melaksanakan pembelanjaan bahan habis pakai dalam penanganan HIV/AIDS di Kabupaten Garut. Tidak tanggung-tanggung, pada tahun 2020, Dinas Kesehatan menggelontorkan anggaran untuk belanja bahan habis pakai sebesar Rp 3.160.716.000, dengan target 55.250 orang.
Adapun untuk penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS sebesar Rp. 500.000.000 dan yang paling besar diantaranya anggaran untuk perjalanan dinas yang mencapai Rp 243.892.000. Ada juga anggaran untuk membeli suvenir Rp. 16.000.000 serta belanja makan dan minum Rp. 48.625.000.
Sementara untuk tahun 2021, Dinas Kesehatan menganggarkan Rp. 375.000.000 untuk pengelolaan pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi HIV.
“Dari dana puluhan milyar tersebut, tentu masyarakat meminta Dinas Kesehatan Kabupaten Garut agar menyampaikan apa manfaat yang telah dirasakan oleh Masyarakat serta target dari program kerja terebut, karena salah satu contohnya kita bisa melihat dinas Kesehatan dapat menentukan jumlah orang sebanyak 55.250 jiwa darimana, dan metode apa yang dipergunakannya,” ujar Koordinator Masyarakat Pemerhati Kebijakan (MPK) Kabupaten Garut, Asep Muhidin, SH., MH didampingi rekan-rekannya, Bakti Safaat, Rahadian Pratama dan Iwan Setiawan.
Menurut pengetahuannya, Asep Muhidin menegaskan, bahan habis pakai atau bahan medis habis pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan, contohnya obat-obatan, bahan kimia. Bahan medis habis pakai yang digunakan secara langsung dalam rangka pencegahan, observasi, diagnosis, pengobatan dan konsultasi, rehabilitasi medik.
“Dinkes Garut melakukan pembelanjaan sebesar Rp. 3 Milyar lebih untuk 55.250 orang. Kami sebagai masyarakat tentu ingin kejelasan tentang apa saja yang dibelanjakannya dan darimana menentukan jumlah orang tersebut?,” tandasnya.
Pria yang akrab disapa Asep Apdar ini juga menekankan, jangan sampai kegiatan ini dibuat untuk menyedot anggaran semata, melalui program yang faktanya diduga tidak dipergunakan sebagaimana mestinya.
“Anggaran itu seharusnya digunakan untuk kesehatan masarakat, pelayanan yang humanis dan dirasakan langsung oleh masyarakatnya, bukan dimanfaatkan oleh oknum tertentu agar seolah-olah melayani masyarakat, padahal mereka bekerja berdasarkan ada atau tidaknya anggaran. Kalau tidak ada anggaran, mana ada yang mau memberikan pelayanan. Kalaupun ada pejabat yang benar-benar bermasyarakat, mungkin bisa dihitung jari,” ungkapnya.
Asep Apdar menegaskan, mengutip dari pernyataan Menkopohukam RI, Mahfud MD pada salah satu pertemuan dengan masyarakat yang menegaskan, ketika melihat udara ada korupsi pesawat, melihat menginjak tanah ada mafia tanah dan ketika melewati rumah sakit ada juga korupsi obat-obatan, banyak korupsi dimana-mana.
“Untuk itu, saya dan semua elemen masyarakat harus kritis terhadap setiap anggaran yang dibuat program oleh Pemerintah. Anggaran pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS wajib dibuka kepada pubik, jangan sampai ada kebocoran anggaran dengan alibi membeli obat, alat-alat kesehatan habis pakai dan lainnya,” katanya.
Dinas Kesehatan Kabupaten Garut mencatat kenaikan masyarakat yang terinfeksi HIV baru selama lima tahun terakhir dengan jumlah yang signifikan. Walaupun secara rata-rata jumlahnya fluktuatif, namun di tahun 2022 ada penurunan yang sangat dahsyat yaitu pada masa Pandemi Covid-19. Tetapi, di tahun 2023 jumlahnya makin meningkat.
“Tahun 2019 kita menemukan 90 orang HIV baru dan 77 orang di tahun 2020. Jumlah ini naik lagi di tahun 2021 yang mencapai 172 orang. Nah, pada saat Covid ini ada pembatasan PPKM (Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), sehingga menyebabkan banyak orang takut datang ke puskesmas untuk memeriksakan kesehatannya, penurunan angka ODHA terjadi di seluruh Indonesia,” ujar Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan, Dr. H. Asep Surahman S.KM., M. KM didampingi Sekretaris Dinkes Garut, Yodi Sirodjudin, Rabu (20/12/2023)
Namun di tahun 2022, sambung Asep, setelah PPKM dicabut dari Pandemi ke Endemi, baru terdeteksi dan ditemukan sebanyak 212 orang dan di tanggal 5 Desember 2023 ditemukan 240 orang positif HIV baru.
“Ini artinya, Dinkes Garut di lapangan agresif dengan strategi yang dilaksanakan, populasi yang ditargetkan bisa diperiksa. Kita maknai secara secara epidomologi bukan berarti Garut itu jelek, tetapi berhasil menemukan,” ungkapnya.
Setelah ditemukan ODHA, maka langkah selanjutnya yang wajib dilakukan adalah pengobatan dan melakukan pencegahan jangan sampai penyakit itu ditularkan kepada orang lain. “Kebayang kalau kita adem dan diam saja, khawatirnya tiba-tiba jumlah penderitanya melonjak sampai ribuan orang,” terangnya.
Pihak Dinkes Garut mengaku terus menelusuri dengan melakukan tracking dan tracing sampai ditemukan siapa dan dimana serta kontaknya kemana saja, sehingga orang penderita positif HIV bisa ditemukan sebanyak 240 orang. Pendataan dilakukan secara online melalui sistem SIHA (Sistem Informasi HIVS Aids).
“Di tahun 2022 angka kematian HIV cukup tingi karena dampak dari Pandemi Covid-19, jumlah kematian mencapai 61 orang dan ditahun 2023 angka kematian menurun menjadi 21 orang,” katanya.
Ketika ditanya tentang jumlah pejabat di lingkungan Pemkab Garut yang diduga positif Dr. Asep Surahman enggan menjawabnya, dengan alasan dirinya tidak bisa menduga-duga dan harus melihat data yang akurat. Diapun menjanjikana akan mengirimkan data itu kepada wartawan.
Anggaran Penanganan HIV Aids Hampir Mencapai Rp 700 Juta
Salah satu pejabat yang pernah menjadi kandidat Calon Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Garut ini mengaku anggaran penanganan HIV Aids digelontorkan sebanyak dua kali. Yang pertama Rp 275 juta, nilai anggaran dianggap kurang padahal penanganan HIV Aids merupakan amanat SPM (Standar Pelayanan Minimal), tetapi karena kondisi dan kemampuan daerah segitu adanya, maka pihak Dinkes Garut tetap memaksimalkan agar bisa menggenjot capaian.
Pada pertengahan bulan September 2023 anggaran untuk penanganan kasus HIV di Garut sudah hampir habis, maka pihaknya mengusulkan ke Sekdis dan Kadis Kesehatan untuk mengucurkan anggaran tambahan dan alhamdulillah direalisasi sebanyak Rp 125 juta dan bisa mengejar target hingga 70.000 lebih orang berhasil diperiksa,” urainya.
Asep menegaskan, pihaknya memanfaatkan anggaran seadanya dengan membuat perencanaanya. Untuk pembiayaan pihak Dinkes Garut kerjasama dengan KPA (Komisi Penanggulangan Aids). Adapun upaya kesehatan dibagi tiga yaitu upaya promotif, kuratif dan preventif.
“KPA mengoperasionalkan anggaran dari Dinkes Garut, untuk upaya promotif yakni penyuluhan, sosialisasi ke anak sekolah dan sosialisasi ke populasi tertentu. Upaya rehabilitatif digunakan untuk masyarakat yang ODHA atau ODHIV yang DO tidak melanjutkan pengobatan atau karena alasan finansial dan geografis. Dilakukan pencarian dan pendalaman kenapa tidak melanjutkan pengobatan,” ucapnya.
Langkah itu, tegas Asep, wajib dilakukan untuk menanggulangi kematian. Kalau ODHA tidak mau minum obat maka dilakukan pendampingan oleh KPA. Mengecek orang yang DO pengobatan dan anggaran diberikan oleh Dinas Kesehatan untuk menjangkau perjalanan dinasnya.
“Selain itu, ada perjalanan dinas pendampingan Dinkes Kabupaten Garut menyiapkan Puskesmas PDP (Perawatan dengan Pengobatan). Puskesmas ini bisa melaksanakan pengobatan kepada masyarakat yang positif HIV Aids,” terangnya.
Tahun 2022, sambung Asep, ada 2 Puskesmas PDP dan tahun 2023 ada 14 Puskesmas PDP yang tersebar di 14 titik se Kabupaten Garut. Tujuan disiapkan Puskesmas PDP agar lebih mudah dijangkau. Agar masyarakat patuh obat.
“Sedangkan tim dari Dinas Kesehatan melaksanakan OJT (On the Job Training) di Puskesmas agar menguasai aplikasi, pemeriksaan dan digelar FGD (Forum Grup Discusion) yang melibatkan kepala puskesmas, petugas lab dan dokternya. Strateginya seperti itu,” katanya.
Pada penjelasannya, Asep Surahman menegaskan, cara lain yang digunakan Dinas Kesehatan Kabupaten Garut adalah melakukan evaluasi. Secara rutin setiap Puskesmas dimintai data tentang pelaksanaan pemeriksaan dan setiap 3 bulan Puskesmas dikumpulkan dan mengundang pihak tertentu seperti rumah sakit dan puskesmas untuk memeriksa data. “Lalu kita diskusikan apa saja kendala di lapangan,” ungkapnya.
Cara selanjutnya, sambung Asep Surahman, karena penanganan HIV tidak mungkin hanya menggunakan Puskesmas PDP, maka Dinkes Garut meminta setiap rumah sakit untuk OJT. Rumah sakit pemerintah dan swasta termasuk di RS milik TNI. “Dan ternyata ada yang positif HIV di rumah sakit tersebut. Maka kita lakukan pelatihan OJT. Ini strategi Dinkes dengan minimnya anggaran yang disediakan pemerintah,” terangnya.
Tidak hanya sampai disitu, Asep Surahman mengatakan, pihaknya juga melakukan Mobile Visiting atau tidak mengandalkan puskesmas saja. Pihaknya juga mendatangi Lapas (lembaga pemasyarakatan) untuk melakukan pemeriksaan kepada setiap tahanan.
Perjalanan dinas ke Provinsi yang dilakukan satu bulan sekali, untuk mengambil kebutuhan medis habis pakai, konsultasi program dan pelaksanaan Hari Aids se dunia yang dilaksanakan setiap 1 Desember. “Dan Dinkes Garut melaksanakan peringatan Hari Aids se dunia tanggal 13 Desember 2023. Untuk efektifitas anggaran saya kira bisa study banding ke kabupaten/kota yang lain,” terangnya. (asep ahmad)
(Asep Ahmad)
Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues