LOCUSONLINE, JAKARTA – Tax Amnesty di Tengah Kenaikan PPN: Rencana pemerintah untuk memasukkan Undang-undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 telah menuai kritik dari kalangan ekonom.
Dilansir dari CNBC Indonesia, Rabu (20/11/2024). Ekonom dari Universitas Diponegoro, Wahyu Widodo, menjelaskan Program tax amnesty jilid III ini dinilai tidak adil karena dilaksanakan beriringan dengan keputusan pemerintah untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi sebesar 12% pada 2025.
“Sebenarnya ini dua hal yang berbeda, tapi karena sama-sama terkait pajak dan melibatkan dua golongan masyarakat dengan strata pendapatan berbeda, pada akhirnya seolah saling terkait dan menguntungkan satu pihak alias menjadi tidak adil,” kata Ekonom dari Universitas Diponegoro, Wahyu Widodo.
Tax amnesty memang biasanya dimanfaatkan oleh para wajib pajak yang memiliki penghasilan tinggi, seperti konglomerat atau crazy rich. Sementara itu, PPN dikenakan terhadap seluruh transaksi barang dan jasa yang dilakukan masyarakat, baik itu kelas menengah ataupun masyarakat miskin.
“Masalah ini menjadi semakin pelik jika isu ‘ketidakadilan’ itu tadi dieskalasi dalam skala yang lebih besar,” tegas Wahyu Widodo.
Masyarakat kelas menengah bawah kini tengah menghadapi tekanan daya beli akibat pendapatannya yang tak mampu mengimbangi kenaikan inflasi. Hal ini tercermin dari laju konsumsi rumah tangga yang sudah tiga kuartal tak lagi mampu tumbuh di atas 5%, membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat.
Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi Moneter Universitas Indonesia (UI), Telisa Aulia Falianty, menyatakan bahwa kenaikan PPN pada 2025 akan semakin memberatkan daya beli masyarakat dan berpotensi melemahkan laju konsumsi rumah tangga. “Ini harus diwaspadai karena dikhawatirkan daya beli masyarakat ke depan akan semakin tertekan,” tegasnya.
Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun, mengakui bahwa usulan untuk memasukkan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Tax Amnesty ke dalam Prolegnas Prioritas 2025 bersifat dadakan. “Tiba-tiba Baleg itu memasukkan dalam Prolegnas long list,” kata dia.
Misbakhun mengatakan bahwa Komisi XI baru mengetahui adanya usulan itu ketika sedang menggelar rapat dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Senin (18/11/2024) malam. Mengetahui tentang itu, Komisi XI kemudian mengambil inisiatif menjadi pengusul RUU tersebut.
“Kalau kemudian mau dijadikan prolegnas prioritas, maka sebagai Ketua Komisi XI yang selama ini bermitra dengan Menteri Keuangan, yang di dalamnya itu ada Direktorat Jenderal Pajak, maka Komisi XI berinisiatif untuk kemudian mengusulkan itu menjadi prioritas di 2025,” kata dia.
Editor: Bhegin