LOCUSONLINE.CO – Dalam beberapa tahun terakhir, tren skuter matic di Indonesia semakin berkembang, khususnya untuk segmen skutik bergaya retro-modern. Yamaha menjawab kebutuhan tersebut melalui lini produk Fazzio, yang hadir dalam dua varian utama Fazzio Hybrid dan Fazzio Non-Hybrid (biasa).
Meskipun tampak serupa secara desain, kedua varian ini memiliki perbedaan signifikan dalam aspek teknologi, fitur, dan harga. Artikel ini akan membahas secara mendalam perbandingan kedua model tersebut, agar Anda dapat memilih sesuai kebutuhan dan preferensi.
Baca juga :
Ini Alasan GLMPK Gugat Gubernur Jabar, Bupati Garut dan PT. Ultimate Noble Indonesia
- Teknologi Mesin dan Performa
Perbedaan utama antara Fazzio Hybrid dan versi biasa terletak pada sistem penggerak mesinnya.
- Yamaha Fazzio Hybrid mengusung teknologi Blue Core Hybrid, yaitu kombinasi antara mesin 125cc berpendingin udara dan motor listrik kecil yang disebut Electric Power Assist Start. Teknologi ini memberikan dorongan tambahan saat akselerasi awal, sehingga berkendara terasa lebih halus dan responsif, terutama saat menghadapi tanjakan atau membawa beban tambahan.
- Fazzio Biasa tetap menggunakan mesin 125cc Blue Core, namun tanpa dukungan motor listrik. Performanya cukup andal untuk penggunaan harian, tetapi tidak seefisien atau sehalus varian hybrid dalam hal konsumsi bahan bakar dan akselerasi awal.
Selain itu, Fazzio Hybrid juga dibekali fitur Start & Stop System untuk menghemat bahan bakar saat kendaraan berhenti di lampu merah, yang tidak tersedia di versi biasa.
- Fitur dan Teknologi Pendukung
Fazzio Hybrid juga menang telak dalam hal kelengkapan fitur:
Fitur Utama | Fazzio Hybrid | Fazzio Biasa |
Smart Key (keyless) | ✅ Ya | ❌ Tidak |
Yamaha Motorcycle Connect | ✅ Tersedia (fitur Y-Connect) | ❌ Tidak tersedia |
Speedometer | Digital Full | Analog |
Power Outlet (USB Charger) | ✅ Ada | ❌ Tidak ada |
Sistem Start | One Push Start + Hybrid Assist | Starter konvensional |
Baca juga :
Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues