Kepemimpinan Kang Dedi Mulyadi juga ikut disebut sebagai penjamin proyek. Tapi publik mungkin lebih butuh hasil konkret ketimbang embel-embel nama besar. Di tengah sorotan pada transparansi dan efektivitas anggaran, proyek infrastruktur sebesar ini rawan jadi panggung politik, alih-alih penyelesaian teknis.
Baca juga :
Ketika Seruan Moral Tak Menjawab Akar Krisis Pemuda di Jawa Barat, Wagub Ajak Pemuda Lawan Moral Menyimpang, Tapi Lupa Tanya “Siapa yang Bikin Menyimpang?”
Jika Rp1,7 triliun hanya melahirkan progres 36 persen, masyarakat wajar bertanya: uang sebesar itu sebenarnya mengalir ke mana? Jalan dan jembatan boleh dicat ulang, tapi ketidakpuasan publik tidak bisa ditambal dengan narasi “kami sudah berupaya”.
Rakyat tak butuh plakat peresmian, cukup jalan yang tak menggetarkan tulang belakang tiap lima meter. (Bhegin)
