“Ada permintaan dana untuk diserahkan kepada oknum aparat penegak hukum,” kata Adhryansah dalam konferensi pers yang lebih panas dari upacara bendera di siang bolong.
Kejaksaan juga mencium peran Ketua APDESI Lahat dan seorang ASN dari Kecamatan Pagar Gunung. Mungkin, kalau tak tertangkap, skema ini akan masuk program unggulan desa: “Setor Sebelum Disetor”.
Uniknya, dari 23 orang yang digelandang, belum satu pun ditetapkan sebagai tersangka. Katanya, proses penyelidikan masih berjalan, mungkin sambil menunggu siapa yang duluan bicara, atau siapa yang punya bukti paling lemah.
Kejati Sumsel masih menggali: berapa kali praktik “sumbangan siluman” ini pernah dilakukan, dan siapa saja yang selama ini ikut “berlangganan”. Dugaan bahwa dana desa disulap jadi dana ‘damai’ bukan hal baru, hanya saja kali ini kebetulan tertangkap basah sambil bendera belum dikibarkan.
Adhryansah pun mengingatkan dengan gaya orator: “Dana desa itu harus sesuai Musrenbangdes, bukan musyawarah ‘uang damai’.”
OTT ini diperintahkan langsung oleh Kepala Kejati Sumsel, Yulianto, sebagai respons dari laporan masyarakat soal aroma setoran mencurigakan. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati, Vanny Yulia Eka Sari, menegaskan bahwa pemeriksaan tengah berlangsung dan publik diminta menunggu. Sebuah permintaan yang ironis, sebab rakyat sudah lama menunggu: bukan penangkapan, tapi keadilan yang tak pilih-pilih.(Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”