“Pemutaran lagu “Bupati Aing” dengan lirik memuji kinerja bupati berfungsi sebagai soft campaign propaganda halus yang menyusup tanpa terasa di tengah musik dan tawa. Murah, minim risiko, dan langsung menyentuh target: memori kolektif warga”
LOCUSONLINE, PURWAKARTA – Alun-alun Kiansantang, Minggu (10/8/2025), menjadi panggung besar bagi ribuan warga yang mengikuti senam massal. Di barisan depan, Bupati Purwakarta Saepul Bahri Binzein akrab dijuluki “Bupati Aing” hadir bersama istrinya, menyapa, berfoto, dan ikut bergoyang mengikuti musik. Acara yang dibungkus sebagai olahraga bersama ini menyuguhkan hadiah besar: sepeda listrik, sepeda gunung, kulkas, televisi, hingga perangkat rumah tangga lain, dibagikan lewat undian kupon.
Di balik euforia itu, branding “Bupati Aing” bekerja di dua lapis. Secara emosional, kata “Aing” dalam dialek Sunda membangun kesan akrab, seolah bupati adalah bagian dari warga, bukan sekadar pejabat. Secara kultural, ia mengikat identitas lokal, memperkuat citra bahwa kepemimpinannya adalah representasi kebanggaan Purwakarta.
Baca Juga : Purwakarta Layak Anak: Pialanya Datang Duluan, Realitanya Menyusul
Purwakarta Dapat 158 Pekerja Baru, Sisa 37.842 Masih Menunggu Keajaiban
Formula acara ini sederhana tapi efektif: interaksi langsung dalam suasana gembira, hadiah bernilai tinggi, dan hiburan yang mengikat perhatian. Dalam psikologi politik, kombinasi hiburan dan reward material menciptakan asosiasi positif yang kuat antara kebahagiaan warga dengan figur pemimpinnya.
Pemutaran lagu “Bupati Aing” dengan lirik memuji kinerja bupati berfungsi sebagai soft campaign propaganda halus yang menyusup tanpa terasa di tengah musik dan tawa. Murah, minim risiko, dan langsung menyentuh target: memori kolektif warga.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”