Baca Juga : Bendera One Piece Tak Lagi Diburu, Pemerintah Resmi Angkat Jangkar
Selain isu kekerasan, Dedi Mulyadi juga menyoroti masalah pendidikan. Ia menargetkan 20.000 anak dari keluarga miskin untuk masuk sekolah negeri dengan bantuan Rp3,6 juta per siswa. Bantuan ini mencakup biaya perlengkapan sekolah, seragam, dan kebutuhan belajar lainnya.
“Tidak boleh ada anak Jawa Barat putus sekolah karena tidak mampu,” tegas Dedi pada 22 Juni 2025.
Program ini disinergikan dengan rencana pembangunan 50 sekolah baru pada 2026, yang diharapkan dapat memperluas akses pendidikan dan mengurangi ketimpangan fasilitas antar wilayah.
Meski optimistis, kebijakan Dedi mendapat sorotan dari DPRD Jawa Barat. Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar, Siti Muntamah, menilai kurangnya sinkronisasi administratif menjadi penghambat capaian Provila. Ia menekankan pentingnya komitmen lintas sektor dan koordinasi yang lebih solid antara Pemprov dan pemerintah kabupaten/kota.
“Keseriusan pemerintah harus diukur dari konsistensi pelaksanaan program dan penyelesaian hambatan di lapangan,” kata Siti pada 11 Agustus 2025.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, Jawa Barat memiliki 15,4 juta anak atau sekitar sepertiga dari total penduduk provinsi ini. Angka tersebut menjadi tantangan sekaligus peluang, menuntut kebijakan yang inklusif, terukur, dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat.
Pemprov Jabar menegaskan, keberhasilan meraih Provila sangat bergantung pada koordinasi antar daerah. Setiap kabupaten/kota didorong untuk memenuhi indikator Kota Layak Anak (KLA) sebagai basis penilaian. Tantangan lain mencakup peningkatan partisipasi anak dalam perencanaan pembangunan, akses layanan kesehatan, hingga perlindungan dari eksploitasi dan pernikahan dini.
Dedi Mulyadi memastikan bahwa target Provila bukan sekadar penghargaan, melainkan komitmen nyata menghadirkan lingkungan yang aman, sehat, dan ramah bagi generasi muda Jawa Barat.(Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”